Pontianak (Antara Kalbar) - Kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru untuk tingkat SMA dinilai menyulitkan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya karena jarak untuk mencapai SMA terdekat yang sangat jauh.

"Untuk sekolah terdekat di Desa Mega Timur ini berada di Kota Pontianak, selain jaraknya yang cukup jauh, yang terdekat itu juga SMK, bukan SMA. Kalau mau masuk SMA, harus ke kecamatan Sungai Ambawang yang artinya anak-anak kami harus memutar dan menempuh jarak yang cukup jauh," kata Zubaidah, salah satu orang tua siswa yang merupakan warga Desa Mega Timur, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Selasa.

Arifin, warga Desa Mega Timur lainnya mengatakan, tidak adanya fasilitas SMA di desa itu, mengharuskan anak-anak untuk melanjutkan sekolah ke Kota Pontianak, karena kondisi geografis desa itu yang terpisah dari ibu kota kecamatan mengakibatkan anak-anak Desa Mega Timur memilih sekolah swasta dibanding negeri, karena sebelumnya ada penerapan kuota 5 persen dari Pemkot Pontianak.

"Dengan adanya sistem zonasi ini, juga sama, malah lebih susah, karena jarak desa ini dengan sekolah terdekat lebih dari 17 kilometer. Kalau sudah seperti ini, jelas kami yang susah," katanya.

Terkait kebijakan zonasi dalam penerimaan siswa baru atau Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang ditanggapi beragam oleh masyarakat. Tidak sedikit warga menilai kebijakan tersebut menjadi penghambat siswa dalam memilih sekolah yang diinginkan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Alexius Akim mengatakan, maksud pemerintah menerapkan sistem zonasi dalam PPDB siswa baru justru memberikan perlindungan kepada peserta didik mendapatkan layanan yang layak di bidang pendidikan.

Dijelaskannya, di Kalimantan Barat ada dua sistem penerimaan peserta didik baru zonasi dan online. Untuk online ada tiga daerah yang sudah menerapkannya, Kota Pontianak, Singkawang dan Kabupaten Kubu Raya.

"Sedangkan selebihnya menggunakan sistem zonasi," katanya.

Kemudian mekanisme penerimaan menggunakan sistem zonasi itu berdasarkan domisili terdekat dengan sekolah. Sistem itu dibuat dengan harapan ada pemerataan kualitas sekolah di seluruh zona.

Sedangkan untuk domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Radius zona terdekat ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut.

Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Kemudian, sebesar 10 persen dari total jumlah peserta didik dibagi menjadi dua kriteria, yaitu lima persen untuk jalur prestasi, dan lima persen untuk peserta didik yang mengalami perpindahan domisili.

Akim meyakini dengan penghapusan kuota lima persen itu tidak akan menjadi polemik di kemudian hari. Sebab peserta didik baru akan bersaing dalam prestasi guna mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan di Kota Pontianak.

Kemudian, lanjut dia, jika memang peserta yang diterima itu membludak maka menjadi tanggung jawab dari Dinas Pendidikan Kalimantan barat untuk menambah ruang kelas baru.

"Permasalahannya ruang kelas yang terbatas, berarti ke depan ditambah ruang kelas untuk mencukupi penerimaan peserta didik baru. Jadi itu solusinya dan jangan peserta yang ingin mendaftar terus ditolak," katanya.


(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017