Palembang (Antara Kalbar) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Selatan mencatat kesadaran masyarakat
di Sumsel untuk mengikuti program keluarga berencana semakin meningkat
berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.
Kepala BKKBN Sumsel Waspi di Palembang, Jumat, mengatakan hasil SDKI 2017 cukup mengembirakan jika dibandingkan survei yang dilakukan 2012, karena angka total kelahiran bayi rata-rata dari seorang itu menurun yakni dari 2,8 kini menjadi 2,68.
"Walaupun masih lebih tinggi dari angka rata-rata nasional 2,6, hasil ini patut disyukuri mengingat Sumsel menjadi 10 provinsi penyangga keberhasilan KB," kata Waspi.
Menurutnya, keberhasilan ini tak lain karena gencarnya BKKBN mempromosikan metode kontrasepsi jangka panjang "implant" dan "intra uterine device" (IUD)..
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) ini juga lebih aman, efektif, dan efisien karena memiliki rentang waktu yang lama yakni "implant" selama tiga tahun dan IUD bisa sampai 10 tahun.
Sehingga, secara kesehatan akan lebih aman, mengingat ke dalam tubuh aseptor tidak dimasukkan zat antibiotik secara periodik seperti saat menggunakan kontrasepsi KB jenis pil atau suntik.
"Penggunaan pil dan suntik kerap menimbulkan efek samping bagi pemakai. Keadaan ini berbeda dengan IUD dan implant karena memasukkan sejenis alat ke tubuh aseptor. Selain itu, penggunaan pil dan suntik rentan sekali karena jika lupa maka bisa kebobolan," ujar dia.
Sumatera Selatan sempat menyandang peringkat sebagai "ratu suntik" karena tingginya penggunaan alat kontrasepsi jenis tersebut.
Namun, seiring dengan gencarnya sosialisasi mengenai MKJP, saat ini jumlah aseptor yang menggunakan implant dan Intra Uterine Device atau spiral bergerak naik pada 2014.
Sebelumnya angka TFR tercatat 2,6 per wanita usia subur (dalam 10 wanita usia subur terdapat 26 anak yang terlahirkan) atau menyamai catatan SDKI 2007 (stagnasi).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
Kepala BKKBN Sumsel Waspi di Palembang, Jumat, mengatakan hasil SDKI 2017 cukup mengembirakan jika dibandingkan survei yang dilakukan 2012, karena angka total kelahiran bayi rata-rata dari seorang itu menurun yakni dari 2,8 kini menjadi 2,68.
"Walaupun masih lebih tinggi dari angka rata-rata nasional 2,6, hasil ini patut disyukuri mengingat Sumsel menjadi 10 provinsi penyangga keberhasilan KB," kata Waspi.
Menurutnya, keberhasilan ini tak lain karena gencarnya BKKBN mempromosikan metode kontrasepsi jangka panjang "implant" dan "intra uterine device" (IUD)..
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) ini juga lebih aman, efektif, dan efisien karena memiliki rentang waktu yang lama yakni "implant" selama tiga tahun dan IUD bisa sampai 10 tahun.
Sehingga, secara kesehatan akan lebih aman, mengingat ke dalam tubuh aseptor tidak dimasukkan zat antibiotik secara periodik seperti saat menggunakan kontrasepsi KB jenis pil atau suntik.
"Penggunaan pil dan suntik kerap menimbulkan efek samping bagi pemakai. Keadaan ini berbeda dengan IUD dan implant karena memasukkan sejenis alat ke tubuh aseptor. Selain itu, penggunaan pil dan suntik rentan sekali karena jika lupa maka bisa kebobolan," ujar dia.
Sumatera Selatan sempat menyandang peringkat sebagai "ratu suntik" karena tingginya penggunaan alat kontrasepsi jenis tersebut.
Namun, seiring dengan gencarnya sosialisasi mengenai MKJP, saat ini jumlah aseptor yang menggunakan implant dan Intra Uterine Device atau spiral bergerak naik pada 2014.
Sebelumnya angka TFR tercatat 2,6 per wanita usia subur (dalam 10 wanita usia subur terdapat 26 anak yang terlahirkan) atau menyamai catatan SDKI 2007 (stagnasi).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017