Mempawah (Antara Kalbar) - Tim Inti Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI bersama Pemerintah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, membahas dan melakukan dengar pendapat dengan sejumlah perwakilan masyarakat terkait sengketa tanah dengan PT Tri Kartika.

Wakil Bupati Mempawah Gusti Ramlana di Mempawah, Kamis, mengatakan, berdasarkan data yang diinventarisir, pengusahaan lahan oleh PT Tri Kartika didasari izin-izin yang dimiliki yakni terkait pengelolaan industri kecil di kawasan tersebut.

Sementara para pihak yang berkepentingan (masyarakat sekitar) yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut mengklaim belum mendapatkan kompensasi atau ganti rugi.

Sengketa tanah tersebut, yakni di Desa Sungai Burung, dan Sungai Purun dengan PT Tri Kartika di Kecamatan Segedong. Tim Inti BAP DPD RI dipimpin langsung ketua BAP Abdul Gafar Usman, Abdul Rahmi (anggota), Iskandar Muda B Lopa (anggota), Fahira Lora Idris (anggota), dan Marhani VP PUA (angggota).

"Kehadiran Tim Badan Akuntabilitas Publik DPD RI ini diharapkan dapat memberikan pandangan-pandangan positif yang dapat mendorong penyelesaian terbaik terkait masalah yang ada," ujarnya.

Ketua Tim Inti Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Abdul Gafar Usman menyatakan, masyarakat dan pengusaha merupakan elemen penting dalam menopang pembangunan, seperti dalam hal kontribusi pajak, meski demikian terhadap persoalan rakyat di daerah tentu saja negara harus hadir.

"Karena itu kami di DPD RI hadir di tengah-tengan bapak ibu untuk mendengarkan secara konkrit, tentu saja diharapkan industri jalan, kepentingan masyarakat juga berjalan dengan baik, namun hukum dan perundang-undangan yang ada juga harus dihormati," katanya.

Ia mendorong BPN dan Pemkab Mempawah melakukan pemetaaan, dan meminta camat dan bupati tidak memberikan rekomendasi atau memperpanjang HGB, HGU secara struktur sebelum masalah di lapangan diselesaikan.

Sementara itu, Kepala BPN Mempawah, Komarudin menyatakan tugas BPN diantaranya adalah memetakan tanah, namun terhadap tanah-tanah kepemilikan masyarakat sepanjang itu tidak didaftarkan maka BPN tidak memetakannya.

"Terkait tupoksi kami, untuk pemetaan objek lahan dengan nomor 133 awalnya atas nama PT Kapuas Makmur dengan luas lahan 172 hektare lebih, dengan riwayat pembelian hak pada tahun 1995. Kemudian terbit sertifikat 21 Juli 1996 HGB 30 tahun, akan berakhir 2026. HGB selanjutnya dialihkan melalui PPAT kepada PT Tri Kartika tahun 2015," jelas Komarudin.

Camat Segedong, Abdul Malik berharap, melalui forum ini ada benang merah guna menyelesaikan persoalan masyarakat, dan bisa diselesaikan secara hukum.

Sementara itu mewakili warga, Suhardi menyatakan, pihaknya sudah melakukan mediasi, di BPN Mempawah, yang hasilnya disepakati adanya format baru yang menginventarisir objek tanah yang saat ini dipersoalkan.

"Kami berharap masalah ini diselesaikan dengan cara-cara yang lebih baik, dan kami menginginkan hak masyarakat tidak terabaikan," katanya.

(A057/N002)

Pewarta: Aries Zaldi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017