Pontianak (Antaranews Kalbar) - Panglima Kodam XII/Tanjungpura Mayor Jenderal TNI Achmad Supriyadi mengeluarkan ultimatum kepada setiap perkebunan sawit di Kalimantan Barat untuk segera memadamkan api kebakaran hutan dan lahan di sekitar Izin Usaha Perkebunan.
"Kemarin saya menggunakan helikopter dan melihat langsung ada beberapa titik api yang berada dalam kawasan perkebunan sawit. Saya minta dengan tegas, mulai hari ini, agar tidak ada lagi titik api di sekitar perkebunan," kata Achmad di Pontianak, Kamis.
Dirinya bisa memastikan bahwa titik api itu berada di kawasan perkebunan, karena api yang ada sangat dekat dengan perusahaan sawit dan berada pada lahan kosong di tengah-tengah pohon sawit yang ditanam. Untuk lokasinya, dia menyatakan itu berada di salah satu perusahaan perkebunan yang ada di Kabupaten Kubu Raya.
"Saya menduga, bahwa itu sengaja dibakar untuk proses pembersihan lahan. Dan ini harus ditindak tegas, karena yang memadamkan itu bukan perusahaan, tetapi aparat kepolisian dan TNI yang ada di lapangan," tuturnya.
Menurutnya, aktivitas pembakaran hutan dan lahan di Kalbar sudah dalam kategori berbahaya, mengingat sudah ada dua korban di Sambas dan di Melawi yang meninggal akibat kebakaran hutan dan lahan ini.
Pangdam XII/Tanjungpura menyatakan, untuk proses pemadaman api pada kebakaran hutan dan lahan di Kalbar, saat ini sudah ada sekitar 2300 prajurit di lapangan yang ditugaskan langsung untuk memadamkan api.
"Dengan luas wilayah Kalbar, jumlah 2.300 prajurit yang ada di lapangan jelas tidak ada apa-apa jika proses pembakaran hutan dan lahan terus dilakukan. Solusi satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mencegah asap ini adalah jangan membakar lahan dan kita minta aparat di lapangan untuk menindak tegas masyarakat atau perusahaan yang kedapatan dengan sengaja membakar lahan," katanya.
Dirinya mengakui, aparat TNI yang ada di lapangan sulit untuk memadamkan api karena tidak adanya alat. Peralatan yang digunakan sejauh ini bersifat manual, dengan menggunakan pompa air sederhana.
"Belum lagi letak titik api yang berada di lokasi jauh ke pedalaman, tentu ini menjadi kesulitan bagi anggota kita untuk memadamkan api karena untuk mencapai satu titik saja ada yang membutuhkan waktu hingga enam jam lebih," kata Achmad.
Belum lagi, para prajurit yang ada di lapangan juga tidak mendapatkan apa-apa untuk tugas ini. "Jelas ini menjadi keprihatinan bagi kita, mengingat risiko yang dihadapi di lapangan juga sangat berat," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Kemarin saya menggunakan helikopter dan melihat langsung ada beberapa titik api yang berada dalam kawasan perkebunan sawit. Saya minta dengan tegas, mulai hari ini, agar tidak ada lagi titik api di sekitar perkebunan," kata Achmad di Pontianak, Kamis.
Dirinya bisa memastikan bahwa titik api itu berada di kawasan perkebunan, karena api yang ada sangat dekat dengan perusahaan sawit dan berada pada lahan kosong di tengah-tengah pohon sawit yang ditanam. Untuk lokasinya, dia menyatakan itu berada di salah satu perusahaan perkebunan yang ada di Kabupaten Kubu Raya.
"Saya menduga, bahwa itu sengaja dibakar untuk proses pembersihan lahan. Dan ini harus ditindak tegas, karena yang memadamkan itu bukan perusahaan, tetapi aparat kepolisian dan TNI yang ada di lapangan," tuturnya.
Menurutnya, aktivitas pembakaran hutan dan lahan di Kalbar sudah dalam kategori berbahaya, mengingat sudah ada dua korban di Sambas dan di Melawi yang meninggal akibat kebakaran hutan dan lahan ini.
Pangdam XII/Tanjungpura menyatakan, untuk proses pemadaman api pada kebakaran hutan dan lahan di Kalbar, saat ini sudah ada sekitar 2300 prajurit di lapangan yang ditugaskan langsung untuk memadamkan api.
"Dengan luas wilayah Kalbar, jumlah 2.300 prajurit yang ada di lapangan jelas tidak ada apa-apa jika proses pembakaran hutan dan lahan terus dilakukan. Solusi satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mencegah asap ini adalah jangan membakar lahan dan kita minta aparat di lapangan untuk menindak tegas masyarakat atau perusahaan yang kedapatan dengan sengaja membakar lahan," katanya.
Dirinya mengakui, aparat TNI yang ada di lapangan sulit untuk memadamkan api karena tidak adanya alat. Peralatan yang digunakan sejauh ini bersifat manual, dengan menggunakan pompa air sederhana.
"Belum lagi letak titik api yang berada di lokasi jauh ke pedalaman, tentu ini menjadi kesulitan bagi anggota kita untuk memadamkan api karena untuk mencapai satu titik saja ada yang membutuhkan waktu hingga enam jam lebih," kata Achmad.
Belum lagi, para prajurit yang ada di lapangan juga tidak mendapatkan apa-apa untuk tugas ini. "Jelas ini menjadi keprihatinan bagi kita, mengingat risiko yang dihadapi di lapangan juga sangat berat," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018