Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK) melaporkan enam lembaga pemantau pemilu dan survei yang merilis hitung cepat dan exit poll usai pencoblosan dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal Polri. Keenam lembag survei tersebut dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 28 Undang-Undang no 11/20018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Lembaga-lembaga yang dilaporkan tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Charta Politika Indonesia dan Poltracking Indonesia.
Kuasa Hukum KAMAHK Pitra Romadoni di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, menyebut laporan yang diajukan adalah laporan delik aduan, bukan laporan polisi.
"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita," ucap Pitra.
Menurut dia, kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dan belum tentu sesuai dengan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Ia pun mempertanyakan jumlah sampel dan lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang diambil lembaga-lembaga survei itu sehingga merilis hasil pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih unggul dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali penggiringan opini hitung cepat ini, apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini?" ucap Pitra.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat menjaga keamanan agar kondusif sembari menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU.
"Tadi kami diperlakukan baik oleh Bareskrim Polri dan Kamis ini mereka akan memproses laporan kami untuk menindaklanjutinya," ujar Pitra.
Indo Barometer, CSIS, SMRC, Charta Politika Indonesia dan Poltracking Indonesia termasuk dalam 40 lembaga survei yang dapat mengumumkan hasil hitung cepat pada Pemilu 2019 dan terdaftar di KPU.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
Lembaga-lembaga yang dilaporkan tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Charta Politika Indonesia dan Poltracking Indonesia.
Kuasa Hukum KAMAHK Pitra Romadoni di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, menyebut laporan yang diajukan adalah laporan delik aduan, bukan laporan polisi.
"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita," ucap Pitra.
Menurut dia, kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dan belum tentu sesuai dengan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Ia pun mempertanyakan jumlah sampel dan lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang diambil lembaga-lembaga survei itu sehingga merilis hasil pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih unggul dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali penggiringan opini hitung cepat ini, apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini?" ucap Pitra.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat menjaga keamanan agar kondusif sembari menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU.
"Tadi kami diperlakukan baik oleh Bareskrim Polri dan Kamis ini mereka akan memproses laporan kami untuk menindaklanjutinya," ujar Pitra.
Indo Barometer, CSIS, SMRC, Charta Politika Indonesia dan Poltracking Indonesia termasuk dalam 40 lembaga survei yang dapat mengumumkan hasil hitung cepat pada Pemilu 2019 dan terdaftar di KPU.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019