Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran untuk mengurangi penayangan hasil perhitungan cepat pemilihan presiden yang sudah diumumkan sejak pukul 15.00 WIB, Rabu pekan ini, sebagai berita utama yang diulang-ulang terus penayangannya.
"Kemarin KPI mengeluarkan kebijakan untuk lembaga penyiaran mulai mengurangi intensitas penyampaian informasi quick count dan memberi ruang untuk penyampaian informasi lainnya, " kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan kebijakan tersebut dibuat karena berkembangnya aspirasi publik bahwa informasi quick count yang disiarkan oleh lembaga penyiaran sudah dianggap berlebihan.
"Terkait pemilu, lembaga penyiaran didorong untuk mulai memberikan ruang pemberitaan yang mengawal proses penghitungan suara secara manual dan berjenjang yang dilakukan oleh penyelenggara, sambil terus melakukan edukasi kepada publik tentang dinamika proses pemilu, " tambahnya.
Sementara itu, secara terpisah, Komisioner KPI, Mayong Suryo Laksono meminta lembaga penyiaran untuk menayangkan informasi perhitungan suara yang berlangsung di KPU.
"Mohon untuk melihat juga penghitungan riil di KPU dan menjadikan bahan berita utama,” katanya dalam rilis pers.
Selain itu, KPI berharap lembaga penyiaran memberikan porsi yang seimbang atas penghitungan suara pemilihan legislatif. “Jangan lupa, ada penghitungan legislatif untuk anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan Kota dan DPD RI," katanya.
KPI meminta proses perhitungan suara ini perlu dikawal oleh publik, melalui lembaga penyiaran sebagai penyampai fakta-fakta yang terjadi selama Pemilu 2019.
Melalui Pasal 449 UU no.7/2017, KPI Pusat melalui Edaran no.1/2019 telah mengatur beberapa hal terkait penayangan hasil perhitungan cepat yaitu informasi yang disiarkan adalah berasal dari lembaga survei yang terdaftar di KPU, penyiaran perhitungan cepat dimulai dua jam setelah berakhirnya waktu pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat dan selalu menyampaikan bahwa quick count bukan hasil hitung resmi. Hingga saat ini aturan tersebut sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh lembaga penyiaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Kemarin KPI mengeluarkan kebijakan untuk lembaga penyiaran mulai mengurangi intensitas penyampaian informasi quick count dan memberi ruang untuk penyampaian informasi lainnya, " kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia menyampaikan kebijakan tersebut dibuat karena berkembangnya aspirasi publik bahwa informasi quick count yang disiarkan oleh lembaga penyiaran sudah dianggap berlebihan.
"Terkait pemilu, lembaga penyiaran didorong untuk mulai memberikan ruang pemberitaan yang mengawal proses penghitungan suara secara manual dan berjenjang yang dilakukan oleh penyelenggara, sambil terus melakukan edukasi kepada publik tentang dinamika proses pemilu, " tambahnya.
Sementara itu, secara terpisah, Komisioner KPI, Mayong Suryo Laksono meminta lembaga penyiaran untuk menayangkan informasi perhitungan suara yang berlangsung di KPU.
"Mohon untuk melihat juga penghitungan riil di KPU dan menjadikan bahan berita utama,” katanya dalam rilis pers.
Selain itu, KPI berharap lembaga penyiaran memberikan porsi yang seimbang atas penghitungan suara pemilihan legislatif. “Jangan lupa, ada penghitungan legislatif untuk anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan Kota dan DPD RI," katanya.
KPI meminta proses perhitungan suara ini perlu dikawal oleh publik, melalui lembaga penyiaran sebagai penyampai fakta-fakta yang terjadi selama Pemilu 2019.
Melalui Pasal 449 UU no.7/2017, KPI Pusat melalui Edaran no.1/2019 telah mengatur beberapa hal terkait penayangan hasil perhitungan cepat yaitu informasi yang disiarkan adalah berasal dari lembaga survei yang terdaftar di KPU, penyiaran perhitungan cepat dimulai dua jam setelah berakhirnya waktu pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat dan selalu menyampaikan bahwa quick count bukan hasil hitung resmi. Hingga saat ini aturan tersebut sudah dilaksanakan sepenuhnya oleh lembaga penyiaran.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019