Sidang lanjutan dugaan korupsi proyek di Kabupaten Bengkayang dengan terdakwa Bupati nonaktif, Suryadman Gidot, dan Kepala Dinas PUPR, Aleksius mulai terungkap bahwa terdakwa menggunakan orang lain untuk komunikasikan sejumlah proyek di Kabupaten Bengkayang.
"Setelah mendengar keterangan tiga saksi fakta persidangan tadi, maka mulai terungkap kalau terdakwa Aleksius menggunakan orang lain untuk mengomunikasikan sejumlah proyek," kata kata Jaksa Penuntut Umum, Eva Yustisiana, di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, menurut keterangan salah satu saksi, Fitri Yuliardi sebagai pegawai Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang yang menyatakan, dia hanya bertindak mengumpulkan komisi sebesar 10 persen dari beberapa proyek dari kontraktor.
Pada persidangan kali ini, dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi, yakni atas nama Fitri Yuliardi sebagai pegawai di Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Triyadi Sitompul sebagai anggota Polri dan Usman sebagai sopir terdakwa Aleksius.
"Tidak ada indikasi keterlibatan dari tiga saksi tersebut, mereka hanya menyampaikan pesan dari terdakwa Aleksius bahwa terkait tiga paket tersebut dengan syarat harus menyerahkan uang 10 persen dari nilai paket tersebut," ungkapya.
Sebelumnya, Jaksa dari KPK, Feby D menyatakan, terdakwa Suryadman Gidot diduga kuat minta disiapkan uang sekitar Rp1 miliar kepada Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang.
Kemudian, ada juga janji dari Suryadman Gidot terhadap kedua kadis tersebut, apabila berhasil mengumpulkan uang sebesar itu, keduanya akan dapat tambahan dari APBD Perubahan 2019.
"Untuk Dinas PUPR Bengkayang sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang sebesar Rp6 miliar," katanya.
Dalam OTT (operasi tangkap tangan) tersebut total uang yang disita yakni sebanyak Rp340 juta atau uang dugaan suap dari lima kontraktor, empat orang di antaranya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim PN Tipikor Pontianak.
Suryadman Gidot dan Aleksius diduga melanggar pasal 12 huruf (a) UU Tipikor, Jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Jo pasal 65 (1) atau melakukan korupsi berbarengan atau dakwaan keduanya pasal 11 UU Tipikor, Jo 55 (1) ke-1 dan Jo pasal 65 (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Setelah mendengar keterangan tiga saksi fakta persidangan tadi, maka mulai terungkap kalau terdakwa Aleksius menggunakan orang lain untuk mengomunikasikan sejumlah proyek," kata kata Jaksa Penuntut Umum, Eva Yustisiana, di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, menurut keterangan salah satu saksi, Fitri Yuliardi sebagai pegawai Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang yang menyatakan, dia hanya bertindak mengumpulkan komisi sebesar 10 persen dari beberapa proyek dari kontraktor.
Pada persidangan kali ini, dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi, yakni atas nama Fitri Yuliardi sebagai pegawai di Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Triyadi Sitompul sebagai anggota Polri dan Usman sebagai sopir terdakwa Aleksius.
"Tidak ada indikasi keterlibatan dari tiga saksi tersebut, mereka hanya menyampaikan pesan dari terdakwa Aleksius bahwa terkait tiga paket tersebut dengan syarat harus menyerahkan uang 10 persen dari nilai paket tersebut," ungkapya.
Sebelumnya, Jaksa dari KPK, Feby D menyatakan, terdakwa Suryadman Gidot diduga kuat minta disiapkan uang sekitar Rp1 miliar kepada Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang.
Kemudian, ada juga janji dari Suryadman Gidot terhadap kedua kadis tersebut, apabila berhasil mengumpulkan uang sebesar itu, keduanya akan dapat tambahan dari APBD Perubahan 2019.
"Untuk Dinas PUPR Bengkayang sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang sebesar Rp6 miliar," katanya.
Dalam OTT (operasi tangkap tangan) tersebut total uang yang disita yakni sebanyak Rp340 juta atau uang dugaan suap dari lima kontraktor, empat orang di antaranya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim PN Tipikor Pontianak.
Suryadman Gidot dan Aleksius diduga melanggar pasal 12 huruf (a) UU Tipikor, Jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Jo pasal 65 (1) atau melakukan korupsi berbarengan atau dakwaan keduanya pasal 11 UU Tipikor, Jo 55 (1) ke-1 dan Jo pasal 65 (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020