Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Zainal Umar Siddiki (ZUS), memerlukan dukungan dana mencapai Rp11 miliar dalam upaya penanganan COVID-19 di daerah itu.

"Kami bukan rumah sakit rujukan di Provinsi Gorontalo untuk penanganan COVID-19, namun jika diminta kesiapannya maka diperlukan alat-alat kesehatan penunjang sesuai standar yang ditetapkan WHO," ujar Direktur RSUD ZUS, dr Sri Fenty Sagaf, di Gorontalo, Kamis.

Ia merinci beberapa keperluan penting yang perlu ada di rumah sakit tersebut.
Pertama, akan menyiapkan ruang isolasi. Kami memiliki dua ruang kosong yang direncanakan menjadi ruang isolasi.

Ruangan itu perlu disekat, sebab perlu ada ruang ganti bagi para tenaga medis yang akan menangani pasien dalam pengawasan jika harus dirawat di rumah sakit ini.

Tahun anggaran 2020 ini, rumah sakit memiliki anggaran sebesar Rp1,8 miliar untuk pembangunan gedung kelas satu, namun sesuai petunjuk bupati, akan diarahkan untuk pembangunan ruang isolasi yang sangat diperlukan untuk penanganan COVID-19.

Uji coba baju alat pelindung diri (APD) "astonot" pun sudah dilakukan menggunakan baju sampel yang direkayasa menyerupai APD.
Petugas menggunakan pakaian tiga lapis dan masker dua lapis, tertutup dari bawah ke atas.

Khusus pemakaian APD, petugas hanya memungkinkan menggunakannya selama 4 jam tanpa melakukan aktivitas makan, minum dan buang air.

Setelah pemakaian, dipastikan baju tersebut tidak boleh digunakan berganti-gantian sebab di saat mengenakannya, kondisi pemakai akan sangat bercucuran keringat, katanya.

"Kami sudah memesan 15 unit APD, itu pun jumlahnya tergolong minim dan untuk mendapatkannya harus kejar-kejaran dengan harga yang terus mengalami kenaikan," ujarnya.

Baca juga: 1 PDP COVID-19 meninggal miliki riwayat perjalanan dari Malaysia

Kedua, rumah sakit perlu menyiapkan masker, harga terakhir dicek mencapai Rp350 ribu per dus, isi 50 lembar. Untuk masker N59 untuk para dokter dan perawat mencapai Rp85 ribu per lembar.
Kita memerlukan banyak stok masker, termasuk sarung tangan steril "handscoon" untuk ukuran pendek dan panjang.

Untuk pasien dalam pengawasan (PDP) yang dinyatakan positif, maka perlu mendapatkan penanganan intensif, menggunakan alat fentilator atau alat bantu pernafasan, harganya mencapai Rp400 juta per unit.

Juga diperlukan alat "x-ray mobile" atau alat foto rontgen, mengingat untuk PDP, memerlukan pemantauan foto dada atau thorax.

Alat tersebut penggunaannya tidak boleh digabung dengan pasien umum, harganya mencapai Rp1,8 miliar per unit, ujarnya.

Ketiga, untuk melakukan Rapid-test atau menscreening orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), maka pihak rumah sakit harus memiliki alat tersebut.

"Harga per paketnya mencapai Rp9 juta, sedangkan pemeriksaan bagi ODP harus dilakukan sebanyak 2 kali di hari pertama dan ke dua," katanya.

Rumah sakit pun kata Fenty, harus menyiapkan alat pengukur suhu tubuh atau "thermo gun", harga per unitnya mencapai Rp3,5 juta.

Baca juga: 3 karyawan Indomaret dievakuasi alami demam tinggi

Pihaknya kata Fenty, baru mendapatkan satu unit yang dipesan di Makassar.
Alat-alat kesehatan yang diperlukan memang sangat banyak dan rumah sakit wajib memilikinya, untuk penanganan tak terduga jika terdapat PDP yang masuk melalui rumah sakit tersebut.

Keempat, rumah sakit memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM).
Saat ini, kami memiliki 146 orang tenaga perawat berstatus honorer atau pegawai tidak tetap (PTT), namun masih mengalami kekurangan sekitar 40 orang, untuk mengisi SDM yang sangat diperlukan di rumah sakit ini, ujarnya.

"Sebanyak 146 PTT yang ada, telah bekerja optimal dan kondisi mereka belum mengantongi Surat Keputusan (SK) Bupati, sehingga sejak Januari 2020 hingga saat ini, pihak rumah sakit belum dapat melakukan proses pembayaran gaji," katanya.

Rumah sakit pun wajib menyiapkan anggaran pemberian insentif jika terdapat kasus penanganan PDP atau positif COVID-19.

"Insentif ini tentu tidak berlaku dalam kondisi normal. Kita berdoa semoga tidak terdapat PDP atau kasus positif COVID-19 di daerah ini," ungkapnya.

Jika dirinci atau ditotal berdasarkan keperluan rumah sakit untuk pemenuhan ruang isolasi, alat-alat kesehatan, termasuk gaji para PTT, totalnya mencapai Rp11 miliar.

"Kami telah memasukkan rinciannya ke pemerintah kabupaten bahkan beberapa diantaranya, telah dipaparkan langsung melalui rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD)  di kantor bupati, pada Selasa 24 Maret 2020," ungkapnya.

Fenty mengatakan, dalam upaya pemerintah kabupaten untuk meningkatkan peralatan kesehatan dan SDM penunjang, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat untuk menaati masa isolasi selama 14 hari yang telah ditetapkan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

"Kita juga perlu fokus mengawasi para ODP atau mereka yang datang dari daerah-daerah terinfeksi dan memastikannya berada di rumah selama 14 hari, melakukan isolasi mandiri," ungkapnya.


Baca juga: IMF perkirakan dampak COVID-19 ke Afrika sub-Sahara
Baca juga: Harga emas berjangka jatuh 27 dolar
Baca juga: 73 petugas kementerian kesehatan Malaysia positif corona
Baca juga: Dua warga Singkawang pulang dari Sarawak Malaysia jalani karantina

Pewarta: Susanti Sako

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020