Banjir yang melanda 33 desa tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, menyisakan cerita menyedihkan dari petugas penyuluh pertanian yang terjebak banjir selama empat hari saat menjalani tugas di Desa Bayat Kecamatan Belantikan Raya.
Petugas penyuluh pertanian tersebut sejatinya berada di Desa Bayat sebelum banjir terjadi, namun cepatnya air naik merendam rumah masyarakat membuat mereka harus bertahan di desa tersebut, kata Lani Rosa Ria Indah, yang merupakan istri dari Imam Rosyidin, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Desa Bayat di Nanga Bulik, Minggu (12/7).
Baca juga: Jalan nasional Pontianak - Putussibau di Kapuas Hulu terendam banjir
"Sekitar empat hari suami saya yang bertugas di BPP Desa Bayat terjebak banjir. Air di mana-mana dan mereka terkepung hingga tidak bisa kembali ke Nanga Bulik," tambahnya.
Lantaran kebutuhan logistik sudah semakin menipis, Imam Rosyidin bersama rekan penyuluhnya, Arief Sulistiyarto, nekat untuk kembali ke Nanga Bulik walau banjir mengepung permukiman. Namun, mirisnya mereka berdua tidak bisa berenang.
Menurut Lani, satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kepungan banjir tersebut, mereka harus menggunakan batang pisang yang dibuat menjadi rakit.
Baca juga: Banjir di Kapuas Hulu meluas sejumlah kecamatan terendam air
Sayangnya, tatkala lolos dari titik banjir yang satu, mereka sudah dihadapkan pada titik banjir yang lain, sementara kendaraan roda dua yang mereka gunakan sebagai transportasi sudah mogok akibat kemasukan air dan mereka tinggal di bengkel yang masih buka.
Hingga kini, Lani mengaku belum mengetahui kabar suaminya sudah sampai di mana karena komunikasi melalui sambungan telepon seluler tidak bisa dilakukan akibat keterbatasan jaringan.
"Mereka berdua ini tidak bisa berenang, mereka keluar dari kepungan banjir menggunakan rakit dari batang pisang, hingga saat ini saya belum tahu mereka sudah sampai di mana, karena komunikasi sudah tidak bisa," keluhnya.
Baca juga: Serawai - Kayan Hulu dilanda banjir ketinggian air mencapai 10 meter
Lani mengungkapkan bahwa ia mendapat kabar bahwa suaminya nekat pulang di tengah kepungan banjir tersebut dari salah satu rekan suaminya sesama penyuluh yang berada di Nanga Bulik. Bahkan rekannya tersebut memposting foto perjuangan rekannya di media sosial saat berenang mendorong rakit batang pisang, dengan barang-barang yang mereka dekap erat di jalan trans Bayat menuju jalan poros kecamatan Belantikan Raya setinggi dua meter.
Ia berharap suaminya bersama rekannya diberikan kesehatan dan keselamatan hingga sampai di rumah dan berkumpul bersama keluarganya kembali.
Saat ini dia juga khawatir dengan kondisi rumahnya di kota Nanga Bulik karena air yang sudah mulai meninggi.
"Tadi pagi (Minggu, 12/7) masih belum naik, sekarang sudah sampai halaman dan sedikit lagi naik ke lantai rumah. Selain mengkhawatirkan suami saya juga khawatir dengan kondisi air yang meninggi di rumah," demikian Lani.
Baca juga: Ribuan rumah warga Melawi terendam banjir
Baca juga: Ratusan rumah warga di Bunut Hulu Kalbar terkena banjir
Baca juga: Banjir dan tanah longsor landa Kabupaten Melawi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Petugas penyuluh pertanian tersebut sejatinya berada di Desa Bayat sebelum banjir terjadi, namun cepatnya air naik merendam rumah masyarakat membuat mereka harus bertahan di desa tersebut, kata Lani Rosa Ria Indah, yang merupakan istri dari Imam Rosyidin, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Desa Bayat di Nanga Bulik, Minggu (12/7).
Baca juga: Jalan nasional Pontianak - Putussibau di Kapuas Hulu terendam banjir
"Sekitar empat hari suami saya yang bertugas di BPP Desa Bayat terjebak banjir. Air di mana-mana dan mereka terkepung hingga tidak bisa kembali ke Nanga Bulik," tambahnya.
Lantaran kebutuhan logistik sudah semakin menipis, Imam Rosyidin bersama rekan penyuluhnya, Arief Sulistiyarto, nekat untuk kembali ke Nanga Bulik walau banjir mengepung permukiman. Namun, mirisnya mereka berdua tidak bisa berenang.
Menurut Lani, satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kepungan banjir tersebut, mereka harus menggunakan batang pisang yang dibuat menjadi rakit.
Baca juga: Banjir di Kapuas Hulu meluas sejumlah kecamatan terendam air
Sayangnya, tatkala lolos dari titik banjir yang satu, mereka sudah dihadapkan pada titik banjir yang lain, sementara kendaraan roda dua yang mereka gunakan sebagai transportasi sudah mogok akibat kemasukan air dan mereka tinggal di bengkel yang masih buka.
Hingga kini, Lani mengaku belum mengetahui kabar suaminya sudah sampai di mana karena komunikasi melalui sambungan telepon seluler tidak bisa dilakukan akibat keterbatasan jaringan.
"Mereka berdua ini tidak bisa berenang, mereka keluar dari kepungan banjir menggunakan rakit dari batang pisang, hingga saat ini saya belum tahu mereka sudah sampai di mana, karena komunikasi sudah tidak bisa," keluhnya.
Baca juga: Serawai - Kayan Hulu dilanda banjir ketinggian air mencapai 10 meter
Lani mengungkapkan bahwa ia mendapat kabar bahwa suaminya nekat pulang di tengah kepungan banjir tersebut dari salah satu rekan suaminya sesama penyuluh yang berada di Nanga Bulik. Bahkan rekannya tersebut memposting foto perjuangan rekannya di media sosial saat berenang mendorong rakit batang pisang, dengan barang-barang yang mereka dekap erat di jalan trans Bayat menuju jalan poros kecamatan Belantikan Raya setinggi dua meter.
Ia berharap suaminya bersama rekannya diberikan kesehatan dan keselamatan hingga sampai di rumah dan berkumpul bersama keluarganya kembali.
Saat ini dia juga khawatir dengan kondisi rumahnya di kota Nanga Bulik karena air yang sudah mulai meninggi.
"Tadi pagi (Minggu, 12/7) masih belum naik, sekarang sudah sampai halaman dan sedikit lagi naik ke lantai rumah. Selain mengkhawatirkan suami saya juga khawatir dengan kondisi air yang meninggi di rumah," demikian Lani.
Baca juga: Ribuan rumah warga Melawi terendam banjir
Baca juga: Ratusan rumah warga di Bunut Hulu Kalbar terkena banjir
Baca juga: Banjir dan tanah longsor landa Kabupaten Melawi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020