Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menyita lima ekor satwa liar yang dilindungi Undang-undang dan mengamankan seorang pria berinisial DG (25) di Kabupaten Sekadau, pemilik satwa secara ilegal tersebut.
"DG tidak dapat menunjukkan bukti resmi atas kepemilikan lima ekor satwa dilindungi yang ia miliki. Satu diantaranya merupakan burung Elang Jawa yang masuk dalam satwa prioritas dilindungi," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Juda Nusa Putra dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Senin.
Dia menjelaskan, pengungkapan dugaan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) tersebut atas informasi masyarakat. Pengungkapan bermula dari adanya informasi dari masyarakat mengenai sebuah rumah di Desa Nanga Mahap, Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau yang memiliki hewan liar berkategori dilindungi.
Menindaklanjuti informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan dengan menuju ke alamat rumah yang diduga menyimpan satwa dilindungi, katanya.
"Sesampainya di sana petugas langsung melakukan pemeriksaan dan mendapati adanya lima ekor hewan yang dilindungi, yaitu tiga ekor hewan jenis Binturong, satu ekor kucing hutan, dan satu ekor burung Elang Jawa," ungkapnya.
Dia menambahkan, DG saat dilakukan pemeriksaan tidak dapat menunjukkan legalitas atau izin atas kepemilikan hewan tersebut, sehingga petugas melakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti.
Ia juga menambahkan, untuk barang bukti lima ekor satwa dilindungi saat ini sudah dititipkan kepada Balai KSDA Provinsi Kalbar.
"Untuk pemilik satwa tersebut masih kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut, sementara untuk satwa tersebut akan kami lakukan koordinasi dengan BKSDA untuk pelepasannya di hutan alam wilayah Kalbar, sedangkan Elang Jawa harus dikembalikan pada habitatnya di hutan alam Jawa," katanya
Atas perbuatannya itu, DG diancam Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta, katanya.
Baca juga: Aparat hukum diharapkan berikan efek jera kepada pelaku penyelundupan satwa dilindungi
Baca juga: Induk bayi orangutan ini diperkirakan sudah dibunuh
Baca juga: Tersangka jual beli trenggiling diringkus
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"DG tidak dapat menunjukkan bukti resmi atas kepemilikan lima ekor satwa dilindungi yang ia miliki. Satu diantaranya merupakan burung Elang Jawa yang masuk dalam satwa prioritas dilindungi," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Juda Nusa Putra dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Senin.
Dia menjelaskan, pengungkapan dugaan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) tersebut atas informasi masyarakat. Pengungkapan bermula dari adanya informasi dari masyarakat mengenai sebuah rumah di Desa Nanga Mahap, Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau yang memiliki hewan liar berkategori dilindungi.
Menindaklanjuti informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan dengan menuju ke alamat rumah yang diduga menyimpan satwa dilindungi, katanya.
"Sesampainya di sana petugas langsung melakukan pemeriksaan dan mendapati adanya lima ekor hewan yang dilindungi, yaitu tiga ekor hewan jenis Binturong, satu ekor kucing hutan, dan satu ekor burung Elang Jawa," ungkapnya.
Dia menambahkan, DG saat dilakukan pemeriksaan tidak dapat menunjukkan legalitas atau izin atas kepemilikan hewan tersebut, sehingga petugas melakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti.
Ia juga menambahkan, untuk barang bukti lima ekor satwa dilindungi saat ini sudah dititipkan kepada Balai KSDA Provinsi Kalbar.
"Untuk pemilik satwa tersebut masih kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut, sementara untuk satwa tersebut akan kami lakukan koordinasi dengan BKSDA untuk pelepasannya di hutan alam wilayah Kalbar, sedangkan Elang Jawa harus dikembalikan pada habitatnya di hutan alam Jawa," katanya
Atas perbuatannya itu, DG diancam Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta, katanya.
Baca juga: Aparat hukum diharapkan berikan efek jera kepada pelaku penyelundupan satwa dilindungi
Baca juga: Induk bayi orangutan ini diperkirakan sudah dibunuh
Baca juga: Tersangka jual beli trenggiling diringkus
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020