Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengumumkan pemenang kompetisi jurnalistik tertinggi dan paling bergengsi di Tanah Air yakni Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, Ketua PWI Atal S Depari menyebut proses penjurian berlangsung selama bulan Desember 2020 secara virtual mengingat situasi masih pandemi COVID-19.
Terdapat enam kategori yang dilombakan, yaitu liputan berkedalaman untuk media cetak; liputan berkedalaman untuk media siber; liputan berkedalaman untuk media televisi; liputan berkedalaman untuk media radio; foto berita untuk media cetak dan media siber; serta karikatur opini untuk media cetak dan media siber
Kategori Media Cetak dimenangi Devy Ernis bersama timnya Aisha Saidra dan Dini Pramita dari Majalah Tempo bertajuk "Jalan Pedang Dai Kampung" yang diterbitkan 27 Juli 2020.
"Isu kekinian, dekat dengan kita, tulisan memberi pemahaman yang lebih baik mengenai masalah," komentar Ketua Dewan Juri Media Cetak wartawan senior Maria D Andriana. Dua juri lainnya, wartawan kawakan Asro Kamal Rokan dan Ahmed Kurnia S.
Kategori Media Siber dimenangi Jonathan Pandapotan Purba dan Windi Wicaksono dari Liputan6.com berjudul "Vaksinasi, Momentum Indonesia Bangkit dari Pandemi COVID- 19" yang diterbitkan 23 Oktober 2020.
Untuk pemenang kategori media ciber itu, Priyambodo RH selaku ketua dewan juri mengatakan reportase aktual, mendalam, multimedia-konvergensi. Priyambodo juga memberi catatan penjurian, terutama bagaimana membedakan antara konten web dan konten cetak.
"Konten cetak naratif dan santai, konten web harus langsung ke intinya," jelas Priyambodo.
Wartawan senior LKBN ANTARA itu mengingatkan pembaca web selalu terburu-buru, berbeda dengan pembaca media cetak.
Aggota Dewan Juri Media Siber Dr Artini, mengatakan secara umum karya Jonathan Pandapotan dan Windi tersebut berhasil menyampaikan pesan sesuai karakter media siber.
"Ada kebaharuan dan kekinian yang masih menjadi fenomena yang belum terselesaikan,” jelas Artini.
Meski diakuinya, keterbatasan masih pada bahasa, media siber masih belum bisa lepas dari karakter media cetak.
Kategori Televisi diraih Rivo Pahlevi Akbarsyah dan Eko Hamzah dari Trans 7, bertajuk "Bencana Alam di Tengah Pandemi" yang tayang pada 30 November 2020.
Dewan juri yang terdiri wartawan senior di bidang televisi (Nurjaman Mochtar, Imam Wahyudi, dan Immas Sunarya) sepakat bahwa topik yang dipilih Rivo bersama timnya betul-betul mempunyai nilai jurnalistik yang tinggi. Rivo seakan menyatu dengan venue dan suasana batin para korban bencana alam.
Ketiga juri memuji atmosfer venue tayangan itu terasa sangat kuat. Dari segi presentasi, meski di lokasi gelap dan sulit pun mampu disajikan prima. Begitu pula angle-angle gambarnya detail.
Kategori Radio dimenangkan Muhammad Aulia Rahman dari RRI Banjarmasin berjudul "Nasalis Larvatus di Antara Konflik dan Kepunahan" yang disiarkan pada 30 November 2020. Tim juri kategori ini terdiri dari para tokoh radio yaitu Errol Jonathans, Fachry Mohamad, dan Cahyono Adi.
“Peliputan bekantan ini sarat dengan informasi auditif yang dihimpun dari berbagai sumber dan investigasi lapangan,” komentar Ketua Dewan Juri Radio Errol Jonathans. “Efek theatre of mind bertambah kuat setelah tim produksi memasukkan beragam ambience, seperti suara bekantan, suara para narsumber utama, hingga deru mesin perahu klotok,” tambah Errol.
Untuk kategori foto, Dewan Juri memilih karya Totok Wijayanto dari Kompas bertajuk "Pemakaman Jenazah Korban Covid" sebagai pemenang kategori Foto Berita. Karya itu telah diterbitkan pada 28 Juli 2020.
“Tahun 2020 adalah tahun pandemi. Secara global Corona telah mencengkeram bahkan hingga di antartika. Foto pemakaman jenasah pasien COVID-19 yang dipetik malam 27 Juli 2020 ini adalah suatu imaji foto jurnalistik yang luar biasa,” komentar Ketua Dewan Juri Foto Berita Oscar Motuloh.
Untuk Kategori Karikatur Opini, tim juri yang diketuai karikaturis senior Gatot Eko Cahyono memutuskan pemenangnya Muhammad Syaifuddin Ifoed dari Harian Indopos dengan tajuk "Dari Dulu Juga Sudah WFH" yang terbit 28 Maret 2020.
"Karya satir ini, tidak hanya bicara soal pandemi, tapi juga bicara persoalan kemiskinan yang melilit bangsa ini, yang belum juga bisa diberesin dari satu pesiden ke presiden berikutnya," ujar anggota Dewan Juri Karikatur Opini Yusuf Susilo Hartono.
Karya karikatur ini dalam penampilan visualnya, menurut Yusuf, sangat terasa kontrasnya. Hasil permainan, dua bidang yang berlawanan.
Anggota Dewan Juri Karikatur lain, Wina Armada, wartawan senior dan kolektor karya seni, menekankan bahwa kekuatan karikatur pemenang ini terletak pada tiga faktor utama. Pertama, mengandung ironi dengan humorostik tinggi, yakni antara kaum jelata dan kaum berpunya.
"Bagi kaum jelata sudah sejak awal selalu bekerja di rumah, dan bukan sejak adanya pandemi COVID-19. Anjuran untuk bekerja di rumah buat mereka menjadi sesuatu yang tak berarti apa-apa," kata Wina.
Kedua, sebut Wina, karikatur ini mampu mengangkat tema yang sedang aktual di tengah masyarakat dan segi komposisi garis dan letak memiliki kekuatan menonjol," urainya.
Keenam pemenang akan menerima hadiah masing-masing Rp20 juta, trofi, serta piagam penghargaan dari PWI/Panitia HPN 2021 yang diserahkan di depan Presiden Joko Widodo pada acara puncak HPN 9 Februari 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021