Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat kembali menahan dua tersangka berinisial Ah dan UN atas dugaan korupsi penerima fasilitas Kredit Pengadaan Barang, dan Jasa (KPBJ) fiktif di lingkungan sebuah bank daerah di Kabupaten Bengkayang.
"Dengan kembali ditahannya dua tersangka baru ini, maka hingga saat ini kami sudah menahan sebanyak 17 tersangka yang telah merugikan negara sebesar Rp8 miliar lebih," kata Kajati Kalbar Masyhudi di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan, penahanan terhadap kedua tersangka pada hari ini setelah tim penyidik Kejati Kalbar kembali mengantongi dua alat bukti yang cukup kuat untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Tersangka kami titipkan di Rutan Kelas II A Pontianak hingga 20 hari ke depan. Perkara tersebut akan segera diselesaikan dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak jika penyidikan telah selesai dalam waktu dekat," ujarnya.
Kajati Kalbar menambahkan tujuan penegakan hukum yang tegas tersebut, diharapkan pelayanan di perbankan semakin dipercaya, sehingga ke depan peluang ekonomi semakin membaik.
"Dengan penegakan hukum ini diharapkan kondisi perbankan semakin kondusif dan membaik atau sehat keuangannya," ujarnya.
Modus KPBJ fiktif bank daerah cabang Bengkayang ini sama dengan perkara sebelumnya, yakni berawal adanya 31 perusahaan yang menerima 74 paket pekerjaan KPBJ dari bank daerah cabang Bengkayang.
Kemudian Masing-masing perusahaan tersebut, termasuk CV Bung Baratak mengajukan kredit dengan jaminan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh Herry Murdiyanto yang mengaku sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Supriyanto (SO) serta Gunarso (GO) sebagai Pengguna Anggaran Kemendes PDTT.
Oleh para tersangka, di dalam SPK tersebut dicantumkan bahwa sumber anggaran proyek berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT) dengan nomor 0689/060-01.2.01/29/2018 TA 2018.
Dalam kasus tersebut sudah melibatkan 17 tersangka, diantaranya Herry Murdiyanto yang telah divonis selama lima tahun enam bulan penjara serta denda Rp100 juta, kemudian mantan pimpinan bank daerah cabang Bengkayang, Muhammad Rajali, dan Kasi Kredit pada bank daerah cabang Bengkayang, Selastio Ageng yang masing-masing didenda sebesar Rp50 juta, dan penjara satu tahun delapan bulan.
Kemudian dalam tahap tuntutan, yakni M Yusuf, Sri Roehani, Putra Perdana, Sukardi, Julfikar Desi Pusrino, Kundel, dan Destaria Wiwit Kusmanto. Sementara yang masih dalam proses penyidikan di antaranya Sus, Taq, AM, Ar, dan AR.
Akibat proyek fiktif tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp8 miliar lebih, dan berhasil diselamatkan Rp5 miliar lebih yang dikembalikan ke negara dari 49 SPK berasal dari 18 perusahaan, sementara sisanya masih belum dikembalikan, termasuk dari tersangka MK.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Dengan kembali ditahannya dua tersangka baru ini, maka hingga saat ini kami sudah menahan sebanyak 17 tersangka yang telah merugikan negara sebesar Rp8 miliar lebih," kata Kajati Kalbar Masyhudi di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan, penahanan terhadap kedua tersangka pada hari ini setelah tim penyidik Kejati Kalbar kembali mengantongi dua alat bukti yang cukup kuat untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Tersangka kami titipkan di Rutan Kelas II A Pontianak hingga 20 hari ke depan. Perkara tersebut akan segera diselesaikan dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak jika penyidikan telah selesai dalam waktu dekat," ujarnya.
Kajati Kalbar menambahkan tujuan penegakan hukum yang tegas tersebut, diharapkan pelayanan di perbankan semakin dipercaya, sehingga ke depan peluang ekonomi semakin membaik.
"Dengan penegakan hukum ini diharapkan kondisi perbankan semakin kondusif dan membaik atau sehat keuangannya," ujarnya.
Modus KPBJ fiktif bank daerah cabang Bengkayang ini sama dengan perkara sebelumnya, yakni berawal adanya 31 perusahaan yang menerima 74 paket pekerjaan KPBJ dari bank daerah cabang Bengkayang.
Kemudian Masing-masing perusahaan tersebut, termasuk CV Bung Baratak mengajukan kredit dengan jaminan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh Herry Murdiyanto yang mengaku sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Supriyanto (SO) serta Gunarso (GO) sebagai Pengguna Anggaran Kemendes PDTT.
Oleh para tersangka, di dalam SPK tersebut dicantumkan bahwa sumber anggaran proyek berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT) dengan nomor 0689/060-01.2.01/29/2018 TA 2018.
Dalam kasus tersebut sudah melibatkan 17 tersangka, diantaranya Herry Murdiyanto yang telah divonis selama lima tahun enam bulan penjara serta denda Rp100 juta, kemudian mantan pimpinan bank daerah cabang Bengkayang, Muhammad Rajali, dan Kasi Kredit pada bank daerah cabang Bengkayang, Selastio Ageng yang masing-masing didenda sebesar Rp50 juta, dan penjara satu tahun delapan bulan.
Kemudian dalam tahap tuntutan, yakni M Yusuf, Sri Roehani, Putra Perdana, Sukardi, Julfikar Desi Pusrino, Kundel, dan Destaria Wiwit Kusmanto. Sementara yang masih dalam proses penyidikan di antaranya Sus, Taq, AM, Ar, dan AR.
Akibat proyek fiktif tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp8 miliar lebih, dan berhasil diselamatkan Rp5 miliar lebih yang dikembalikan ke negara dari 49 SPK berasal dari 18 perusahaan, sementara sisanya masih belum dikembalikan, termasuk dari tersangka MK.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021