Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Kalbar berharap kran ekspor minyak kelapa sawit atau CPO dibuka kembali agar melalui aktivitas itu berdampak pada penerimaan devisa negara dan penyerapan lapangan kerja.

"Bagi banyak hal larangan ekspor tentu berdampak di mana dari pajak ekspor saja bisa membuat penerimaan devisa negara dari sawit tidak ada. Kemudian dari sisi penyerapan lapangan kerja tentu berkurang," ujar Ketua Gapki Cabang Kalbar, Purwati Munawir di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa sebagian besar pelaku usaha sawit di Kalbar merupakan produsen CPO. Jika larangan ekspor berlanjut lebih lama maka kapasitas tangki penyimpanan pabrik terbatas dan akan penuh. Dengan hal itu aktivitas bisa saja berkurang. Dengan begitu bisa berdampak pada tenaga kerja dan lainnya.

"Belum lagi penyerapan buah sawit masyarakat terutama kebun swadaya. Kapasitas tangki pabrik terpenuhi maka perusahaan bisa saja fokus ke kebun sendiri atau plasma," jelas dia.

Ia menyebutkan bahwa saat ini luas kebun sawit di Kalbar sudah mencapai 1,9 juta hektare dengan produksi mencapai 4,96 juta ton per tahun.

"Untuk kepemilikan kebun sawit perusahaan mencapai 1,17 juta hektare atau 61,39 persen dan sisanya swadaya dengan luas 700 ribu hektare atau 37,09 persen," katanya.

Secara umum pihaknya juga memahami dan menghormati kebijakan pemerintah yang ada. Kemudian GAPKI Kalbar secara intens berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha sawit sektor hilir agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara maksimal.

"Kami juga koordinasi dengan asosiasi petani sawit dalam mengkomunikasikan setiap perkembangan di lapangan serta mengantisipasi dampak yang mungkin timbul dan menunggu kebijakan lanjutan dari pemerintah yang dapat mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng, dan kran ekspor sawit dibuka secara normal guna kepentingan perolehan devisa negara," ucapnya.

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022