Dalam rangka menangani percepatan penurunan angka stunting (kekerdilan) di Indonesia pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp34 triliun. Dari anggaran tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendatap alokasi dana sebesar Rp810 miliar. Dana tersebut akan di bagi dan dipergunakan dalam oprasional penanganan stunting oleh BKKBN dan Perwakilan BKKBN provinsi se-Indonesia
“Memang untuk penanganan stunting itu pemerintah sangat serius dan kami dari BKKBN mendapat Rp 810 miliar. Dan ini bagi termasuk untuk di perwakilan BKKBN Kalimantan Barat. Sementara dari anggaran Rp34 triliun itu dibagi di 19 kementerian,” ujar Sekretaris Utama BKKBN Pusat, Tavip Agus Rayanto, di Pontianak, Senin.
Menurut Tavip, pembagian anggaran itu memang sudah di pikirkan pemerintah dan pembagian sudah sesuai dengan keperuntukannya di bidang masing-masing instansi yang mendapatkan dana tersebut.
Karena penanganan stunting ini merupakan penanganan semua pihak baik itu dari kementerian maupun badan di pemerintahan. Dan tak heran walau BKKBN di tunjukkan presiden sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, tetapi anggarannya hanya Rp810 miliar.
“Walau sebagai ketua tidak berarti tidak semua dana itu ditarik ke BKKBN. kami bekerja tetap berdasarkan tugas dan fungsi, artinya kalau intervensi gizi harusnya tetap dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, rumah tidak layah huni ya PU. BKKBN dengan dana yang ada itu akan manjalankan tugas dan fungsinya yaitu mengkampayekan perubahan perilaku hidup sehat dalam mencegah stunting,”kata Tavip.
Dan lanjutnya, BKKBN sebagai inti (core) dalam menggerakkan penanganan stunting di seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan secara aktif mulai dari kementerian dan seluruh OPDKB provinsi, kabupaten/kota.
Sebelumnya ujar Tavip, di tahun 2020 anggaran penanganan stunting itu sebesar Rp37 triliun. Dan setelah di bentuk BKKBN sebagai core nya di tahun 2021, anggaran itu turun menjadi Rp35 triliun. Kemudian di tahun 2022 ini anggarannya turun menjadi Rp34 triliun.
“Dengan anggaran itu, ternyata penurunan stunting per tahunnya hanya 0,3 persen. Artinya uang itu tidak cukup efektif untuk menurunkan angka stunting, untuk itulah yang kemudian BKKBN diberi tugas dengan terjun langsung ke masyarakat hingga ke pelosok, dan bersama pemerintah daerah mengkampanyekan pencegahan stunting.
“Kampanye penanganan dan cegah stunting itu kami mulai dari calon pengantin, masa kehamilan ibu, pasca persalinan dan pengorganisasian kampanye itu ada di satgas stunting, ada TPPS ada TPK. Dengan hanya segitu diharapkan konvergensi di level mikro akan menjadi lebih optimal,” tuturnya.
Baca juga: Penyuluh Keluarga Berencana sebagai motor penggerak Bangga Kencana
Baca juga: BKKBN tingkatkan kapasistas BKB dan PKB dalam melaksanakan program
Baca juga: Kemenag dan BKKBN serius berkolaborasi upayakan penurunan kuantitas stunting
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
“Memang untuk penanganan stunting itu pemerintah sangat serius dan kami dari BKKBN mendapat Rp 810 miliar. Dan ini bagi termasuk untuk di perwakilan BKKBN Kalimantan Barat. Sementara dari anggaran Rp34 triliun itu dibagi di 19 kementerian,” ujar Sekretaris Utama BKKBN Pusat, Tavip Agus Rayanto, di Pontianak, Senin.
Menurut Tavip, pembagian anggaran itu memang sudah di pikirkan pemerintah dan pembagian sudah sesuai dengan keperuntukannya di bidang masing-masing instansi yang mendapatkan dana tersebut.
Karena penanganan stunting ini merupakan penanganan semua pihak baik itu dari kementerian maupun badan di pemerintahan. Dan tak heran walau BKKBN di tunjukkan presiden sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, tetapi anggarannya hanya Rp810 miliar.
“Walau sebagai ketua tidak berarti tidak semua dana itu ditarik ke BKKBN. kami bekerja tetap berdasarkan tugas dan fungsi, artinya kalau intervensi gizi harusnya tetap dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, rumah tidak layah huni ya PU. BKKBN dengan dana yang ada itu akan manjalankan tugas dan fungsinya yaitu mengkampayekan perubahan perilaku hidup sehat dalam mencegah stunting,”kata Tavip.
Dan lanjutnya, BKKBN sebagai inti (core) dalam menggerakkan penanganan stunting di seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan secara aktif mulai dari kementerian dan seluruh OPDKB provinsi, kabupaten/kota.
Sebelumnya ujar Tavip, di tahun 2020 anggaran penanganan stunting itu sebesar Rp37 triliun. Dan setelah di bentuk BKKBN sebagai core nya di tahun 2021, anggaran itu turun menjadi Rp35 triliun. Kemudian di tahun 2022 ini anggarannya turun menjadi Rp34 triliun.
“Dengan anggaran itu, ternyata penurunan stunting per tahunnya hanya 0,3 persen. Artinya uang itu tidak cukup efektif untuk menurunkan angka stunting, untuk itulah yang kemudian BKKBN diberi tugas dengan terjun langsung ke masyarakat hingga ke pelosok, dan bersama pemerintah daerah mengkampanyekan pencegahan stunting.
“Kampanye penanganan dan cegah stunting itu kami mulai dari calon pengantin, masa kehamilan ibu, pasca persalinan dan pengorganisasian kampanye itu ada di satgas stunting, ada TPPS ada TPK. Dengan hanya segitu diharapkan konvergensi di level mikro akan menjadi lebih optimal,” tuturnya.
Baca juga: Penyuluh Keluarga Berencana sebagai motor penggerak Bangga Kencana
Baca juga: BKKBN tingkatkan kapasistas BKB dan PKB dalam melaksanakan program
Baca juga: Kemenag dan BKKBN serius berkolaborasi upayakan penurunan kuantitas stunting
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022