Berbagai pihak termasuk Kantor Wilayah Ditjen Perbedaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Kalbar selaku Regional Chief Economist telah melaksanakan pemantauan perkembangan kondisi terkini dan pemantauan dampak penerapan kebijakan pengendalian inflasi, dampak penebalan perlindungan sosial serta perkiraan  perekonomian daerah ke depan. 

"Sejak diberlakukannya kebijakan penyesuaian harga BBM pada 3 September 2022, salah satu hal yang perlu diwaspadai sebagai dampak penerapan kebijakan baru ini adalah inflasi atau kenaikan harga barang. Di Kalbar seluruh jajaran pemerintah baik pusat maupun daerah terus berupaya mengendalikan inflasi serta menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga pangan, daya beli masyarakat, mendukung kelancaran distribusi, serta stabilitas perekonomian di daerah," ujar Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalbar, Imik Eko Putro di Pontianak, Kamis. 

Ia menambahkan Kanwil DJPb Kalbar juga telah melaksanakan diskusi secara langsung bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalbar, para pelaku usaha/UMKM, jajaran Pemerintah Daerah dan  pakar ekonomi  selaku mitra, seperti Badan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Kalbar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalbar, dan Dinas Sosial Provinsi Kalbar. 

"Berdasarkan data Perwakilan Bank Indonesia Kalbar dibandingkan dengan Juli 2022 di mana komoditas penyumbang inflasi tertinggi yaitu bawang merah  sementara komoditas yang menyumbang deflasi yaitu minyak goreng, pada bulan Agustus komoditas penyumbang inflasi yaitu bahan bakar rumah tangga  sementara komoditas yang menyumbang deflasi yaitu daging ayam ras," kata dia.

Berdasarkan hasil pemantauan harga di awal September 2022 (pasca diberlakukannya kebijakan penyesuaian harga BBM), rata-rata harga komoditi pangan di Kalbar masih terkendali dan tidak mengalami inflasi yang signifikan. 

"Sementara untuk harga BBM eceran (non SPBU), mengalami kenaikan Rp1.000 dibanding harga yang ditetapkan pemerintah," jelas dia. 

Ia menambahkan dalam rangka risiko inflasi tersebut, pemerintah melalui APBN mengalokasikan dana secara khusus untuk penanganan inflasi, yaitu melalui Dana Insentif Daerah (DID). Sesuai dengan PMK Nomor 140/PMK.07/2022 tentang Dana Insentif Daerah pasal pasal 7 ada tiga upaya yang bisa dilakukan, di antaranya adalah memberikan perlindungan sosial seperti bansos, memberikan dukungan kepada UMKM, hingga upaya penurunan tingkat inflasi. 

"Selain melalui DID, dari sisi fiskal pemerintah daerah juga telah diminta untuk menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU), sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022," kata Imik.

Pewarta: Dedi

Editor : Evi Ratnawati


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022