Pontianak (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Kalbar mencatat realisasi penyaluran dana desa di Kalbar hingga Maret 2024 sudah mencapai Rp536,93 miliar
"Dana desa telah yang disalurkan Rp536,93 miliar tersebut sama dengan 28,42 persen dari pagu 2024," ujar Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II B, Kanwil DJPb Provinsi Kalbar, Gunawan Setiono di Pontianak, Kamis.
Ia menyebutkan pada dana desa 2024, terdapat peruntukan khusus yakni untuk stunting, ketahanan pangan, dan kemiskinan.
"Untuk dana desa peruntukan bantuan langsung tunai atau BLT desa dialokasikan maksimal 25 persen, ketahanan pangan hewani minimal 20 persen dan /atau penurunan stunting," kata dia.
Menurut dia, secara umum untuk realisasi belanja APBN sampai dengan 31 Maret 2024 di Kalbar total adalah sebesar Rp7,079 triliun atau sebesar 22,45 persen dari total pagu anggaran.
Realisasi belanja pemerintah yang ada itu terdiri Belanja Pemerintah Pusat (K/L) sebesar Rp2,350 triliun dan Belanja Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp4,689 triliun.
"Belanja pemerintah pusat didominasi oleh belanja barang sebesar Rp1, 103 triliun atau 24,46 persen dan belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp4,689 triliun," kata dia.
Menurut dia, pada pelaksanaan belanja APBN lingkup Provinsi Kalbar rata-rata realisasi telah mencapai 20 persen - 25 persen pada setiap.
"Sedangkan untuk kota dengan realisasi tertinggi pada Kabupaten Bengkayang sebesar 25,61 persen dari 14 kabupaten atau kota di Kalbar," kata dia.
Sementara dari sisi penerimaan di Kalbar bersumber dari penerimaan pajak yang didominasi oleh PPN, PPh, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Secara keseluruhan pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 18,23 persen.
"Penerimaan perpajakan mengalami kontraksi dipengaruhi oleh restitusi tahun 2024 yang telah mencapai Rp452 miliar atau meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai Rp91 miliar," kata dia.
Ia menjelaskan jenis pajak yang mengalami pertumbuhan adalah PBB dan pajak lainnya dengan pertumbuhan masing masing 142,13 persen dan 6,35 persen. Pos PBB mengalami pertumbuhan yang signifikan karena terjadinya pergeseran penerimaan tahun lalu.
"Pendapatan pada Pos Bea Keluar juga mengalami kontraksi karena pengaruh pelarangan ekspor bijih bauksit dan sebagian besar ekspor didominasi oleh produk turunan CPO sehingga dikenai tarif Bea Keluar yang lebih rendah," kata dia.