Polisi menggerebek tambang batu bara ilegal di Desa Sukomulyo, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dengan menangkap tiga pelaku penambang liar.
Tambang ilegal ini hanya beberapa kilometer jaraknya dari bakal kawasan inti pemerintahan Ibu Kota Negara Nusantara.(IKN)
“Kami mengamankan TM, T, dan F,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Kombes Pol Indra Lutrianto Amstono, Jumat.
Ketiganya laki-laki dengan TM sebagai pemodal, T sebagai operator alat berat, dan F penjaga tambang.
Saat digerebek polisi, tambang terbuka dengan satu ekskavator tersebut telah menghasilkan batu bara sejumlah kurang lebih 1.000 metrik ton.
Lahan yang ditambang sebenarnya berada dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TKM. Namun demikian IUP PT TKM diketahui bermasalah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum atau legalitas dari kegiatan penambangan di atasnya.
Namun, TM tetap melakukan perjanjian kerja sama dengan B selaku Direktur Utama PT TKM. Perjanjian operasional pertambangan batu bara diteken pada 17 Desember 2021.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Baca juga: Belasan pekerja tambang meninggal tertimbun tanah delapan meter
Baca juga: Lima Pekerja Tambang Tewas di Kutai
Sebelumnya, pertengahan pekan ini polisi dengan bersenjata lengkap menyergap para penambang batu bara ilegal di lahan milik Yayasan Penyelamatan Orang Hutan Kalimantan (BOSF/Borneo Orangutan Survival Foundation).
Dari lahan di KM 33 Jalan Soekarno-Hatta, Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut, polisi mengamankan 4 unit ekskavator dan 8 unit "dump truck" dan sejumlah orang.
Kegiatan penambangan batu bara ilegal tersebut sudah dilaporkan BOSF ke Polsek Samboja sebulan lalu. Laporan kemudian diteruskan ke Polda Kaltim.
Tidak kurang sudah 7 hektare lahan BOSF dibongkar para penambang untuk diambil batu baranya.
Dalam kawasan itu, BOSF memelihara tidak kurang dari 300 orang hutan (Pongo pygmaeus) agar kelak dapat dilepasliarkan kembali.
“Lahan kami ada seluas 1.800 hektare. Sebagian besar masih berupa hutan sekunder atau bekas kebun yang kembali jadi hutan,” jelas Kuasa Hukum BOSF Yesaya Rohy.
Sejak tahun 1980 BOSF membeli lahan di kawasan itu. Saat itu belum diketahui ada batu bara di lokasi tersebut dan belum "booming" bisnis batu bara.
Baca juga: Luhut tegaskan ekspor batu bara hanya untuk produsen yang penuhi DMO
Pusat Studi Hukum Energi Dan Pertambangan (Pushep) menilai industri perbankan dipandang tetap bijaksana meski menyalurkan pembiayaan ke sektor energi fosil termasuk pertambangan batu bara.
Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bhaktiar menuturkan saat ini banyak pandangan yang menyimpang terkait penyaluran kredit perbankan ke sektor tambang. Padahal, industri perbankan tidak melanggar ketentuan apapun apabila memberikan pendanaan pertambangan batu bara.
"Tidak masalah kalau perbankan memberikan pembiayaan pada bisnis batu bara," kata Bisman dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis. Baca selengkapnya: Perbankan tak dilarang biayai industri batu bara
Baca juga: Indonesia bakal hemat Rp60-70 triliun jika setop impor LPG ganti DME
Baca juga: PLN dapat bantuan 500 ribu MT batu bara dari PT Antang
Baca juga: Menteri BUMN dorong batu bara digasifikasi jadi gas
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022