Dokter spesialis bedah onkologi, dr Erwin Danil Yulian, Sp.B(K)Onk mengemukakan bahwa kanker payudara bisa dideteksi dini secara mandiri dengan memeriksa payudara sendiri setiap bulan guna memastikan tidak ada benjolan sekecil apapun yang bisa menjadi tanda dari penyakit tersebut.
“Harus tahu sebagai seorang perempuan, setelah selesai menstruasi, saat payudara sudah demikian tidak nyeri lagi, dapat melakukan pemeriksaan namanya ‘Sadari’ atau pemeriksaan payudara sendiri. Itu pada perempuan yang telah selesai menstruasi,” kata Erwin yang juga dokter RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo itu dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat.
Pemeriksaan secara mandiri tidak hanya dilakukan pada perempuan yang masih mengalami menstruasi. Erwin menekankan perempuan yang sudah memasuki masa menopause pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan semakin sering.
Baca juga: BRIN eksplorasi manfaat sumber daya alam laut untuk perawatan kanker
Baca juga: Tanggal 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra
Ia mengatakan pada orang normal benjolan sebesar 1,5 cm hingga 2 cm memang baru bisa diraba. Akan tetapi, apabila seseorang berhasil menemukan benjolan sekecil apapun, kata Erwin, hal tersebut setidaknya merupakan langkah setahap lebih baik untuk maju pada penanganan sejak dini.
“Kalau setiap bulan diperiksa sendiri, kami yakin pasti akan dapat diketahui jika ada benjolan sekecil apapun,” katanya.
Selain melakukan pemeriksaan potensi benjolan, Erwin juga menganjurkan agar masyarakat dapat menjalankan gaya hidup atau pola hidup seimbang dan sehat, seperti makanan yang terukur, berolahraga, dan mengendalikan stres, sehingga faktor risiko dapat diminimalkan.
Walau faktor genetik atau keturunan dapat berperan, Erwin menekankan faktor-faktor lainnya seperti faktor hormonal serta gaya hidup yang buruk juga turut menyumbang terhadap potensi terjadinya kanker payudara.
“Dari lima pasien kanker payudara, empat diantaranya bukan merupakan faktor genetik. Ada faktor-faktor lain, contohnya faktor hormonal. Jadi, pengaruh hormon itu sangat besar terhadap timbulnya kanker payudara,” katanya.
Baca juga: Periksa payudara secara rutin bentuk cinta pada tubuh
Baca juga: Pentingnya pemeriksaan untuk cegah kanker payudara
Meski begitu, apabila seseorang memiliki riwayat keluarga dengan penderita kanker payudara, sebaiknya tetap periksakan kondisi payudaranya untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Erwin menganjurkan pada seorang berusia di bawah 40 tahun dengan riwayat keluarga penderita kanker payudara dapat melakukan pemeriksaan minimal dengan USG di fasilitas kesehatan. Sementara pada seorang di atas 40 tahun, akan dilakukan pemeriksaan mamografi untuk skrining deteksi awal.
“Kalau tidak ditemukan ada benjolan di sana, kita harapkan mungkin masih bisa dilakukan pemeriksaan lanjutan, jika berhubungan sama keluarga tadi, yaitu pemeriksaan mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2, apakah positif atau negatif,” katanya.
Erwin mengatakan angka kejadian kanker payudara saat ini cukup tinggi dan semakin lama semakin bertambah.
Baca juga: Pria juga berisiko kanker payudara
Baca juga: PKK Tebas Ajak Masyarakat Cegah Kanker Payudara
Baca juga: Penjenamaan rumah sakit jadi rumah sehat untuk ubah pola pikir
Ia mencontohkan Amerika Serikat pada tahun 2020 memiliki 276.000 kasus baru. Sementara di Indonesia berdasarkan data Globocan tahun 2020 terdapat 65.000 kasus per tahun.
Ia mengingatkan bahwa kanker payudara merupakan kanker urutan pertama di Indonesia dan merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia. Oleh sebab itu, peran dari upaya-upaya pencegahan menjadi sangat penting untuk menghindari kejadian kanker payudara di Indonesia.
“Sayangnya, walaupun 65.000 kasus (dibandingkan Amerika), yang datang ke fasilitas kesehatan mayoritas sudah stadium lanjut, hampir 67-70 persen stadium lanjut, sehingga tidak banyak upaya yang dapat kami kerjakan pada pasien-pasien tersebut,” kata Erwin.
Studi terbaru dari Karolinska Institutet Swedia menunjukkan manusia mungkin dapat mendeteksi penyakit lewat bau, atau setidaknya mendeteksi bau keringat orang lain.
Dalam studi yang dipublikasikan jurnal Psychological Science ini, para peneliti menyuntikkan lipopolisakarida (racun pada bakteri yang memproduksi kekebalan) atau dengan air garam (yang tidak memiliki efek) pada delapan orang sehat.
Empat jam kemudian, para peneliti mengumpulkan kaus para partisipan ini sebagai sampel. Mereka lalu memotong bagian lengan kaus itu dan menempatkannya ke dalam botol .
Setelah itu, para peneliti meminta 40 orang mahasiswa mencium bau sampel ini dan menilai intensitas baunya. Baca selengkapnya: Manusia Bisa Deteksi Penyakit Lewat Bau Keringat
Baca juga: CellScope, Ponsel Pintar Mikroskop Guna Deteksi Penyakit
Baca juga: Deteksi dini penyakit Hepatitis penting
Baca juga: Kelola aktivitas harian dapat membantu turunkan risiko penyakit jantung
Baca juga: Faktor perubahan suhu penyebab mudah sakit saat musim pancaroba
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
“Harus tahu sebagai seorang perempuan, setelah selesai menstruasi, saat payudara sudah demikian tidak nyeri lagi, dapat melakukan pemeriksaan namanya ‘Sadari’ atau pemeriksaan payudara sendiri. Itu pada perempuan yang telah selesai menstruasi,” kata Erwin yang juga dokter RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo itu dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat.
Pemeriksaan secara mandiri tidak hanya dilakukan pada perempuan yang masih mengalami menstruasi. Erwin menekankan perempuan yang sudah memasuki masa menopause pun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan semakin sering.
Baca juga: BRIN eksplorasi manfaat sumber daya alam laut untuk perawatan kanker
Baca juga: Tanggal 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra
Ia mengatakan pada orang normal benjolan sebesar 1,5 cm hingga 2 cm memang baru bisa diraba. Akan tetapi, apabila seseorang berhasil menemukan benjolan sekecil apapun, kata Erwin, hal tersebut setidaknya merupakan langkah setahap lebih baik untuk maju pada penanganan sejak dini.
“Kalau setiap bulan diperiksa sendiri, kami yakin pasti akan dapat diketahui jika ada benjolan sekecil apapun,” katanya.
Selain melakukan pemeriksaan potensi benjolan, Erwin juga menganjurkan agar masyarakat dapat menjalankan gaya hidup atau pola hidup seimbang dan sehat, seperti makanan yang terukur, berolahraga, dan mengendalikan stres, sehingga faktor risiko dapat diminimalkan.
Walau faktor genetik atau keturunan dapat berperan, Erwin menekankan faktor-faktor lainnya seperti faktor hormonal serta gaya hidup yang buruk juga turut menyumbang terhadap potensi terjadinya kanker payudara.
“Dari lima pasien kanker payudara, empat diantaranya bukan merupakan faktor genetik. Ada faktor-faktor lain, contohnya faktor hormonal. Jadi, pengaruh hormon itu sangat besar terhadap timbulnya kanker payudara,” katanya.
Baca juga: Periksa payudara secara rutin bentuk cinta pada tubuh
Baca juga: Pentingnya pemeriksaan untuk cegah kanker payudara
Meski begitu, apabila seseorang memiliki riwayat keluarga dengan penderita kanker payudara, sebaiknya tetap periksakan kondisi payudaranya untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Erwin menganjurkan pada seorang berusia di bawah 40 tahun dengan riwayat keluarga penderita kanker payudara dapat melakukan pemeriksaan minimal dengan USG di fasilitas kesehatan. Sementara pada seorang di atas 40 tahun, akan dilakukan pemeriksaan mamografi untuk skrining deteksi awal.
“Kalau tidak ditemukan ada benjolan di sana, kita harapkan mungkin masih bisa dilakukan pemeriksaan lanjutan, jika berhubungan sama keluarga tadi, yaitu pemeriksaan mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2, apakah positif atau negatif,” katanya.
Erwin mengatakan angka kejadian kanker payudara saat ini cukup tinggi dan semakin lama semakin bertambah.
Baca juga: Pria juga berisiko kanker payudara
Baca juga: PKK Tebas Ajak Masyarakat Cegah Kanker Payudara
Baca juga: Penjenamaan rumah sakit jadi rumah sehat untuk ubah pola pikir
Ia mencontohkan Amerika Serikat pada tahun 2020 memiliki 276.000 kasus baru. Sementara di Indonesia berdasarkan data Globocan tahun 2020 terdapat 65.000 kasus per tahun.
Ia mengingatkan bahwa kanker payudara merupakan kanker urutan pertama di Indonesia dan merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia. Oleh sebab itu, peran dari upaya-upaya pencegahan menjadi sangat penting untuk menghindari kejadian kanker payudara di Indonesia.
“Sayangnya, walaupun 65.000 kasus (dibandingkan Amerika), yang datang ke fasilitas kesehatan mayoritas sudah stadium lanjut, hampir 67-70 persen stadium lanjut, sehingga tidak banyak upaya yang dapat kami kerjakan pada pasien-pasien tersebut,” kata Erwin.
Studi terbaru dari Karolinska Institutet Swedia menunjukkan manusia mungkin dapat mendeteksi penyakit lewat bau, atau setidaknya mendeteksi bau keringat orang lain.
Dalam studi yang dipublikasikan jurnal Psychological Science ini, para peneliti menyuntikkan lipopolisakarida (racun pada bakteri yang memproduksi kekebalan) atau dengan air garam (yang tidak memiliki efek) pada delapan orang sehat.
Empat jam kemudian, para peneliti mengumpulkan kaus para partisipan ini sebagai sampel. Mereka lalu memotong bagian lengan kaus itu dan menempatkannya ke dalam botol .
Setelah itu, para peneliti meminta 40 orang mahasiswa mencium bau sampel ini dan menilai intensitas baunya. Baca selengkapnya: Manusia Bisa Deteksi Penyakit Lewat Bau Keringat
Baca juga: CellScope, Ponsel Pintar Mikroskop Guna Deteksi Penyakit
Baca juga: Deteksi dini penyakit Hepatitis penting
Baca juga: Kelola aktivitas harian dapat membantu turunkan risiko penyakit jantung
Baca juga: Faktor perubahan suhu penyebab mudah sakit saat musim pancaroba
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022