Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan pemerintah memberi gelar pahlawan nasional.kepada dokter Rubini Natawisastr.
 

“Akhirnya permohonan keluarga ahli waris dr. Rubini Natawisastra melalui Kowani untuk mengusulkan dr. Rubini Natawisastra sebagai pahlawan nasional disetujui oleh Pemerintah Indonesia dan diumumkan oleh Menko Polhukam Prof Dr. Machfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan pada tanggal 03 November 2022 lalu,” ujar Giwo di Jakarta, Senin.
 

Dokter Rubini adalah seorang menak atau bangsawan Sunda yang lahir di Bandung pada tanggal 31 Agustus 1906, merupakan anak pasangan dari Ni Raden Endung Lengkamirah dan Raden Natawisastra, yang ditugaskan ke Pontianak, Kalimantan Barat pada 1934 sebagai dokter pemerintah di Rumah Sakit Militer.

Selanjutnya ditugaskan juga rumah sakit swasta milik Misi Katolik (Rooms Katholieke Ziekenhuis) Rumah Sakit Sungai Jawi yang sekarang bernama Rumah Sakit Santo Antonius.


Baca juga: Dokter Rubini sosok tidak asing dalam sejarah pergerakan dan perjuangan Kalbar

Baca juga: Bupati Mempawah dukung dr Rubini ditetapkan jadi pahlawan nasional

 

Selain bekerja di rumah sakit, dr Rubini juga membuka praktek di rumahnya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan dan pengobatan, bahkan kerap melayani masyarakat yang miskin sampai menyusuri bantaran Sungai Kapuas.
 

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dr Rubini melayani tanpa memandang perbedaan strata sosial, suku, agama dan gender.

Banyak perempuan dan anak-anak korban kekerasan yang dilakukan oleh tentara pendudukan Jepang yang ditolong dan diobati oleh dr Rubini.
 

Selain menjalankan tugasnya sebagai tenaga kesehatan, dr Rubini juga bergabung secara aktif dalam organisasi kemasyarakatan berhaluan politik Partai Indonesia Raya yang mempunyai landasan nasionalisme dan menentang penjajahan serta menuntut kemerdekaan Kalimantan Barat menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 

Istri dr Rubini yaitu nyonya Amalia Rubini sangat mendukung dan membantu pekerjaan mulia yang dilakukan suaminya sebagai tenaga kesehatan dan orang yang sedang berjuang menentang penjajahan Jepang untuk kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nyonya Amalia aktif di gerakan Palang Merah dan juga Ketua Perkumpulan Istri Indonesia (PII) cabang Pontianak. PII merupakan salah satu anggota dari Perserikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) yang tahun 1935 berganti nama Kongres Perempuan Indonesia dan tahun 1946 menjadi Kowani.
 

Pada tahun 1944 terjadi pembunuhan masal pada rakyat, kaum terdidik dan tokoh masyarakat dari berbagai suku dan ras yang dilakukan oleh tentara pendudukan Jepang di Kalimantan Barat dan puncaknya menurut sejarah pada tanggal 28 Juni 1944.

Puluhan ribu orang dibunuh secara kejam dan keji, termasuk dr Rubini Natawisastara dan istri Amalia Rubini karena dianggap telah melakukan perlawanan terhadap Jepang dan jenazah mereka kemudian dimakamkan di Makam Juang Mandor.

Sejak tahun 2007 sampai sekarang setiap tanggal 28 Juni oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat diperingati sebagai Hari Berkabung Daerah Kalimantan Barat sebagai bentuk penghormatan dan mengenang kepada mereka yang gugur, dan juga agar peristiwa seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi di bumi Indonesia tercinta.
 

“Bagi Kowani, dr Rubini Natawisastra adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan kemanusiaan yang sangat peduli pada kesetaraan gender atau gender equality dan dalam kampanye global dikenal he for she yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Giwo lagi.
 

Selain dr Rubini, sejumlah nama lain yang mendapatkan gelar pahlawan nasional yakni dr Soeharto, KGPAA Paku Alam VIII, H Salahuddin bin Talibuddin, dan KH Ahmad Sanusi.

Baca juga: Kongres Wanita Indonesia usulkan dr Rubini asal Kalbar jadi pahlawan nasional

Baca juga: Samuel minta pemerintah provinsi segera lakukan pemugaran Makam Juang Mandor

 



Presiden RI Joko Widodo menyetujui pilihan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang telah menyeleksi berdasarkan usulan masyarakat untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah memimpin jajarannya untuk menyampaikan langsung hasil seleksi kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis.

"Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan, itu memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar Pahlawan Nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfud dalam keterangan Biro Pers Sekretariat Presiden yang diterima di Jakarta. 

Tokoh pertama yang akan menerima gelar Pahlawan Nasional adalah Dr. dr. H.R. Soeharto asal Jawa Tengah, yang lebih dikenal sebagai mantan dokter pribadi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

H.R. Soeharto dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan RI serta berperan aktif mengisi masa kemerdekaan lewat pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.

"Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," kata Mahfud.
Baca selengkapnya: Lima tokoh dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, satu dari Kalbar


Baca juga: Edi Kamtono maknai Peristiwa Mandor sebagai momentum pererat kebersamaan

Baca juga: Dokter Rubini jadi pahlawan nasional

Pewarta: Indriani

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022