Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengumumkan bahwa 538 warga negara Indonesia (WNI) sedang dievakuasi dari Sudan melalui Jeddah, Arab Saudi.

“Ini adalah evakuasi tahap 1 yang dipimpin langsung oleh Dubes RI di Khartoum, Sudan,” kata Retno dalam pernyataan pers secara daring, Senin, mengenai evakuasi WNI dari Sudan di tengah pertempuran militer yang melanda negara itu.

Para WNI yang dievakuasi itu terdiri dari 273 perempuan, 240 laki-laki, dan 25 balita.

Sebelum diberangkatkan ke Jeddah melalui jalur laut untuk kemudian dipulangkan ke Tanah Air, mereka dibawa dan tiba di Kota Port Sudan pada Senin pukul 01.00 dini hari waktu setempat.

WNI yang dievakuasi sebagian besar adalah mahasiswa Indonesia, pekerja migran Indonesia, karyawan perusahaan Indofood, dan staf KBRI beserta keluarganya. 

Rombongan tersebut berangkat dari Khartoum pada Minggu (23/4) pukul 08.00 waktu setempat. Mereka disebutkan menempuh perjalanan selama 15 jam ke Port Sudan melalui kota Atbara, Damir, Mismar, dan Sawakin. 

Terdapat sekitar 15 pos pemeriksaan sepanjang perjalanan. 

“Saat ini, 538 WNI tersebut sedang beristirahat di rumah persinggahan di Port Sudan sebelum keberangkatan menuju Jeddah melalui jalur laut. Insya Allah persiapan pulang ke Indonesia juga terus dilakukan,” tutur Menlu Retno.

Ratusan WNI akan dievakuasi dari Sudan pada Senin (24/4/2023) di tengah pertempuran militer di negara itu. (ANTARA/HO-KBRI Khartoum)

Pemerintah Indonesia disebutkan terus menjalin komunikasi dengan otoritas di Sudan untuk memastikan jalur aman dan keamanan bagi WNI.

Dubes RI di Arab Saudi dan Konjen RI di Jeddah juga melakukan komunikasi dengan otoritas di Saudi untuk memastikan proses lanjutan berjalan lancar.

Lebih lanjut, Retno menjelaskan bahwa tim kecil perbantuan untuk evakuasi juga telah bergerak, baik dari Jakarta --yang dipimpin oleh Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu-- maupun tim perbantuan dari Riyadh dan Jeddah.

“Pagi ini, tim evakuasi juga akan berangkat menuju Jeddah dengan pesawat TNI Angkatan Udara yang terdiri dari Tim Pengamanan TNI, tim kesehatan dari Puskes TNI, dan personel Kemlu,” katanya. 



 

Indonesia memiliki peran penting dalam perumusan rencana perdamaian antara Ukraina dan Rusia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, kata pengamat hubungan internasional Universitas Brawijaya Erza Killian Ph.D.

Menurut ia, pertemuan KTT G20 merupakan pertemuan kali pertama sejumlah kepala negara yang memiliki posisi berbeda-beda terkait perang antara Rusia dan Ukraina.

"Iya (Indonesia memainkan peran penting). Jadi, Indonesia sebagai tuan rumah, jika ada usulan tentang rencana perdamaian, kita membawa usulan tersebut untuk melihat kemungkinan bisa diterima atau tidak," kata Erza di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa.

Erza menjelaskan kemungkinan adanya kesepakatan negara-negara anggota G20 untuk merumuskan rencana perdamaian antara Ukraina dan Rusia tersebut sangat terbuka, namun dengan sejumlah catatan, antara lain pemilihan bahasa terkait konflik Ukraina-Rusia tersebut menjadi hal yang penting. Hal itu karena tidak mungkin secara langsung disebutkan perang antara Ukraina dengan Rusia.

"Meskipun mungkin tidak akan secara spesifik langsung Ukraina dan Rusia karena memang Rusia juga akan masuk dan menandatangani komunike. Bisa jadi bahasanya itu tentang konflik, pencegahan konflik," ujarnya. Baca selengkapnya: Indonesia miliki peran penting dalam perumusan perdamaian Ukraina-Rusia

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023