Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyampaikan edukasi seputar kesehatan reproduksi pranikah kepada calon pengantin (catin) dalam upaya mendukung program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia.
 
"Jadi ini bagian dari Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia yang didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mendukung program nasional," kata Ketua Pengabdian Masyarakat FK UI Yeva Rosana di Jakarta, Rabu.

Edukasi yang disampaikan meliputi pencegahan cacat bawaan pada bayi akibat infeksi (infeksi kongenital) dan gangguan pertumbuhan akibat kurang gizi (stunting).

Menurut Yeva ada sejumlah faktor yang menyebabkan cacat bawaan bagi bayi, salah satunya infeksi yang dialami oleh ibu selama masa kehamilan seperti toksoplasma, sifilis, rubella, herpes simpleks, dan virus CMV.
 
"Oleh sebab itu, bila catin sedang mengidap penyakit reproduksi menular, sebaiknya menunda program kehamilan dan mengobatinya sampai sembuh," ujarnya.

Berkenaan stunting Tim Pengmas FK UI menyampaikan edukasi seputar pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi seribu hari pertama kehidupan yang dimulai sejak pembuahan hingga bayi berusia 2 tahun.
 
Yeva menerangkan seribu hari pertama merupakan periode perkembangan otak tercepat sehingga kekurangan gizi akan menurunkan fungsi kecerdasan dan memberikan risiko penyakit tidak menular di masa dewasa.
 
Guna memastikan keberlanjutan edukasi yang diberikan, Tim Pengmas FK UI juga melatih pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cilandak agar dapat memberikan edukasi serupa kepada catin.
 
Oleh karena itu, kegiatan edukasi tersebut dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama dilakukan untuk memberikan edukasi lebih dulu kepada petugas KUA Kecamatan Cilandak.
 
Tahapan berikutnya, Tim Pengmas FK UI didampingi oleh Puskesmas Kecamatan Cilandak mencontohkan bentuk edukasi secara langsung kepada catin dengan metode pemaparan, pemutaran video, serta diskusi kelompok.
 
Terakhir, petugas KUA berkesempatan memberikan edukasi langsung kepada catin dengan didampingi oleh Puskesmas Kecamatan Cilandak dan Tim Pengmas FK UI.

Baca juga: 506 mahasiswa kedokteran dilibatkan atasi stunting di Surabaya

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) meminta orang tua untuk ikut mencegah pernikahan dini, terutama pada anak perempuan orang asli Papua, guna mengurangi terjadinya kasus stunting.

"Ideal usia untuk menikah pasangan bagi perempuan usia 21 tahun dan laki-laki usia 25 tahun, karena telah siap secara fisik maupun mental," ujar Kepala DP3AKB Johanna Nap di Biak, Rabu.

Disebutkan Johanna, pada usia ideal menikah untuk dapat lebih menjaga kesehatan ibu dan melahirkan bayi yang sehat.

Sedangkan usia ideal menikah bertujuan, lanjut Johanna, untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi di Indonesia khususnya di Tanah Papua.

"Pernikahan usia ini juga dianggap ideal untuk membangun pernikahan karena sudah mandiri secara finansial dan sudah matang dalam pola pikir-nya," kata Johanna.

Sedangkan bahaya anak menikah di bawah usia 20 tahun, menurut Johanna, memiliki berbagai risiko yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa seorang anak perempuan. Baca juga: Orang tua diminta cegah pernikahan dini pada anak perempuan

 

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023