Aksi melindungi lingkungan dari ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memerlukan peran serta semua elemen masyarakat, termasuk di dalamnya para ibu yang dalam aktivitas sehari-harinya selalu bersentuhan dengan alam.

Pelibatan itu seperti yang dilakukan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di Kabupaten Ketapang. 

Yayasan ini memberikan pembinaan kepada para perempuan yang tergabung dalam Program The Power of Mama (TPoM). Komunitas ini beranggotakan puluhan ibu-ibu (mama) yang peduli terhadap lingkungan dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Saya bersama 19 jurnalis baik cetak, elektronik, maupun online, berkesempatan bertemu dengan komunitas ini pada kegiatan di Ketapang medio Oktober, tepatnya Rabu (18/10) lalu.

Pada hari itu sekitar pukul 07.30 WIB, melalui pesan singkat di aplikasi WhatsApp, saya dihubungi Media and Communication Manager International Animal Rescue Indonesia Dewi Ria Utari. Dia menyampaikan pesan bahwa satu unit mini bus telah menunggu di depan Hotel Aston Ketapang, tempat saya dan teman-teman menginap.

Kami pun bergegas menaiki mini bus yang pada bagian bodinya dipenuhi stiker bergambar Orang Utan. Kami dibawa ke satu titik kumpul sebelum memulai trip jurnalis menuju ke Desa Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang.

Setelah semua jurnalis lengkap, kami menuju Kantor Desa Sungai Besar, tempat berlangsungnya kegiatan sosialisasi program The Power of Mama (TPoM). TPoM merupakan komunitas binaan YIARI di Kabupaten Ketapang. 

Setibanya di aula desa, kami mendapat sambutan hangat dari puluhan ibu yang menggunakan kaos merah bertuliskan The Power of Mama dengan kombinasi gambar siluet api yang menggambarkan aktivitas mereka.
 
Ketua Komunitas TpoM Siti Nuraini (Rendra Oxtora)


"Komunitas TPoM ini, terdiri ibu-ibu rumah tangga yang memang memiliki kepedulian tinggi dalam mencegah karhutla. Tugas kami adalah mengedukasi masyarakat sekitar dalam melakukan pencegahan Karhutla, baik aktivitas pertanian dan perkebunan masyarakat yang rentan terhadap dampak dari karhutla," kata Ketua Komunitas TpoM, Siti Nuraini.

Siti menceritakan, terbentuknya Komunitas The power of mama-mama itu dilatarbelakangi oleh kesadaran diri terhadap dampak negatif dari karhutla. 

Selain itu, Siti juga mengatakan YIARI Ketapang selama ini sangat mendukung dan sekaligus melakukan pembinaan terhadap sejumlah kegiatan komunitas TPoM yang memang memiliki tujuan yang searah dalam menjaga lingkungan dalam mencegah karhutla.

"Kami juga mendapatkan dukungan dan pembinaan dari YIARI Ketapang yang men-support dan membina kami," ujarnya.

Siti menceritakan YIARI Ketapang melakukan edukasi ke masyarakat terkait bahaya dan dampak dari karhutla, termasuk sebagai upaya menyelamatkan habitat orang utan yang ada di daerah setempat. 

Tidak hanya itu, YIARI juga memberikan dukungan dan pembinaan terhadap komunitas tersebut seperti fasilitas motor untuk melakukan patroli, Alat Pelindung Diri (APD) dan biaya operasional serta berbagai pelatihan penanggulangan karhutla, termasuk pelatihan penggunaan drone untuk memantau karhutla.

Media and Communication Manager International Animal Rescue Indonesia, Dewi Ria Utari menambahkan, pihaknya telah melakukan pembinaan untuk Komunitas TPoM yang peduli lingkungan dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan di Desa Sungai Besar dan Pematang Gadong, Kecamatan Matan Hilir Selatan. Wilayah setempat menjadi habitat orang utan yang masih bertahan di sana.

TPoM bertujuan menjadikan kaum perempuan dan para ibu rumah tangga di Ketapang, sebagai pelopor dalam menggerakkan kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan. Terutama dalam kegiatan-kegiatan pelestarian alam di kawasan tempat mereka tinggal. 

"TPOM secara rutin melakukan patroli dan penyadartahuan kepada masyarakat untuk menjaga kawasan sekitar tempat tinggal mereka dari risiko bencana kebakaran," tuturnya.

 
Ketua Komunitas TpoM Siti Nuraini (Rendra Oxtora)

Rehabilitasi lahan  

Setelah melihat aktivitas para ibu-ibu yang berpatroli memantau dan mencegah karhutla, kami kemudian beranjak menuju steher atau dermaga di tepian Sungai Kepuluk, Desa Pematang Gadung, Kecamatan Matan Hilir Selatan. Di sana sudah menunggu dua motor kelotok (sampan besar bermesin) yang akan membawa kami menuju lokasi Camp Semai Kahiu yang didirikan YIARI Ketapang di Pematang Gadung.

Tiba di lokasi steher, matahari yang tertutup awan, samar berada di atas kepala. Kami disambut hujan deras yang membuat semua rombongan jurnalis dan tim YIARI berlarian untuk mencari tempat berteduh. 

Cukup lama kami tertahan dan terpaksa harus menunda perjalanan. Hingga hampir dua jam, hujan reda dan tim YIARI membagikan APD kepada para jurnalis, sebelum naik ke kelotok. 

Untuk menuju lokasi kamp Semai Kahiu, kami harus menyusuri Sungai Kepuluk selama 1 jam setengah. Meski masih disirami rintik hujan, tak menyurutkan semangat rombongan untuk melanjutkan perjalanan. 

Sepanjang perjalanan, kami disuguhkan pemandangan hutan yang masih asri di kanan dan kiri sungai, sesekali tampak kerumunan Kera Ekor Panjang berlompatan di antara pohon yang masih rapat. Beberapa burung yang tidak kami ketahui jenisnya, juga kerap beterbangan di atas sungai. 

Kamp Semai Kahiu merupakan lokasi rehabilitasi lahan gambut yang terbakar pada tahun 2015 lalu. Di lokasi tersebut, YIARI telah menanam bibit pohon sebanyak 94.120 yang terhampar pada 181 hektare lahan. Lokasinya berada di kawasan hutan Desa Pematang Gadung, Kecamatan Matan Hilir Selatan Kabupaten Ketapang.

Asisten Koordinator Divisi Restorasi Abdurrahman YIARI Ketapang Abdurrahman mengatakan, proses restorasi dilakukan sejak lima tahun terakhir. Bibit yang disemai terdiri dari 37 spesies. Namun yang paling banyak adalah Syzygium Attenuatum dari famili Myrtaceae atau lebih dikenal dengan nama lokal Pohon Ubah.

YIARI Ketapang memutuskan memilih pohon Ubah untuk ditanam di areal gambut tersebut, sebab sebelum kebakaran besar tahun 2015 silam, hutan di lokasi itu didominasi Pohon Ubah. Terlebih pohon ini menjadi salah satu makanan yang disukai orang utan.

"Jadi kami ingin mengembalikan spesies hutan awal karena kita ingin pulihkan hutan kembali. Dari survei kami, hampir 50 persen orang utan di sekitar sini memakan tanaman ini," kata Uray.

Pria berambut putih itu mengatakan, dalam merestorasi hutan di areal anak sungai Deras, mereka bekerja dengan 28 orang. Delapan orang di antaranya perempuan. Masing-masing sudah mempunyai tugas dalam proses mengembalikan areal itu menjadi hijau seperti dulu.

"Perempuan ada delapan orang, dua orang khusus bekerja sebagai koki di dapur, enam orang di lapangan, laki-laki ada 20 orang, kelompok bapak-bapak melakukan pembersihan lahan sebelum penanaman, kalau pembibitan, perawatan dan tanam sisip dilakukan kelompok ibu-ibu," kata pria 54 tahun tersebut.

Pihaknya menargetkan, akan menanam pohon hingga 1.100 hektar. Sebab semakin banyak pohon yang ditanam, maka akan semakin baik. Mengingat di lokasi tersebut juga didiami orang utan yang sejauh ini masih mampu bertahan.

"Orang utan yang berada di hutan ini diperkirakan sebanyak 50 individu. Ada empat sampai lima individu yang dilepasliarkan, sebagian besar adalah orang utan liar yang berada di hutan ini," katanya.

 
Ketua Komunitas TpoM Siti Nuraini (Rendra Oxtora)


YIARI Ketapang

YIARI Ketapang berdiri pada 14 Februari 2008. Lembaga ini berkegiatan dalam penyelamatan dan rehabilitasi satwa dengan bermitra bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga pendampingan masyarakat di bidang sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan. 

Media and Communication Manager International Animal Rescue Indonesia, Dewi Ria Utari menambahkan, sejak didirikan, sampai saat ini pihaknya telah menanam 112.041 bibit pada 220 hektare lahan. Yayasan ini juga membangun 98 situs patroli satwa liar dan dua situs Pemantauan Bopdiversitas.

YIARI berfokus pada program kesejahteraan hidup satwa primata Indonesia. Upaya yang dilakukan meliputi kegiatan penyelamatan, perawatan medis intensif, rehabilitasi, pelepasliaran, serta pemantauan satwa. 

"Kami juga melakukan upaya pencegahan dan penanganan konflik manusia dan satwa, yang terfokus pada konflik monyet ekor panjang," katanya. 

Tidak hanya primata, YIARI melakukan upaya penyelamatan satwa liar endemik lainnya, baik yang terluka ataupun satwa liar yang menjadi korban perdagangan ilegal.

YIARI di Kabupaten Ketapang menjadi pusat dari kegiatan rehabilitasi orang utan serta keberadaan Learning Center Sir Michael Uren. 

Sedangkan YIARI di Kabupaten Melawi sebagai desa penyangga TNBBBR Desa Mawang Mentatai dan Nusa Poring Kecamatan Manukung menjadi desa dampingan yang saat ini berfokus ke peningkatan SDM.

Yayasan ini telah berhasil melakukan langkah-langkah penting untuk menyelamatkan habitat orang utan di Kalimantan Barat. Dalam upaya konservasi ini, YIARI bekerja sama dengan pemerintah daerah, organisasi lingkungan, dan komunitas lokal.

Salah satu inisiatif utama YIARI adalah program penanaman pohon yang bertujuan memulihkan ekosistem hutan yang terancam. 

Tim YIARI telah menanam ribuan pohon di area yang kritis untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Program penanaman pohon ini tidak hanya berkontribusi pada pelestarian habitat orang hutan, tetapi juga membantu mengurangi tingkat deforestasi yang telah lama menjadi masalah serius di daerah ini.

Selain itu, juga terlibat dalam edukasi masyarakat setempat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan perlindungan habitat alam. Mereka menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan kegiatan sosial lainnya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang urgensi pelestarian hutan dan ekosistemnya.

"Kami berkomitmen untuk melindungi habitat alam dan satwa liar di Kalimantan Barat. Kerjasama dengan pemerintah daerah dan partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Dengan bersatu, kita dapat menjaga keindahan alam dan menyelamatkan spesies yang terancam punah, seperti orang hutan," kata Dewi Ria Utami.

Upaya yang dilakukan oleh YIARI ini telah mendapatkan dukungan luas dari berbagai pihak, termasuk donatur, sukarelawan, dan pihak-pihak terkait. Semua pihak berharap bahwa langkah-langkah ini dapat menjadi contoh bagi upaya pelestarian alam di seluruh Indonesia.

Sampai saat ini YIARI telah melakukan penyelamatan 257 orang utan, 1.300 lebih kukang dan 260 lebih makaka berikut tujuh satwa Indonesia lain yang telah diselamatkan yang dilepasliarkan pada 15 lokasi.

Langkah-langkah konkret seperti ini sangat vital untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi satwa liar yang semakin terancam punah. Dia berharap keberlanjutan upaya ini dan semoga dapat menginspirasi lebih banyak organisasi dan individu untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian alam.



 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023