Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sebagai salah satu prioritas pembangunan.
“Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia. Indonesia menempatkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sebagai salah satu prioritas pembangunannya,” kata Erick di Jakarta, Jumat.
Berbagai program telah dilakukan di antaranya pencegahan kebakaran hutan, pengendalian deforestasi, kehutanan sosial, serta restorasi gambut dan mangrove.
Erick menerangkan Indonesia terus berupaya dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan telah berkurang sebesar 85 persen dari 1,65 juta ha pada tahun 2019 menjadi 204 ribu ha pada tahun 2022.
Kemudian, pada tahun 2023 hanya sebesar 16 persen kejadian kebakaran hutan dan lahan terdapat pada lahan gambut, lebih rendah dibanding tahun 2015 yaitu 34 persen dan tahun 2019 sebesar 30 persen.
Kendati demikian, Indonesia memerlukan kerja sama internasional untuk mensinergikan dan menjaga sumber daya alamnya. Indonesia berinisiatif untuk mendorong kerja sama tiga negara dengan Brasil dan Republik Demokratik Kongo yang sebelumnya telah dicanangkan melalui “Tropical Forest for Climate Action Partnership” pada saat KTT G20 di Bali, tahun 2022.
Para menteri dari Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo (RDK) melakukan pertemuan saat sesi “Tropical Forest Power for Climate Action” di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 (COP28 UNFCCC) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Menurutnya, pertemuan tersebut merupakan penanda adanya langkah maju kerja sama negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia tersebut dalam bidang kehutanan untuk aksi perubahan iklim.
Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Brasil, Marina Silva, menekankan bahwa tantangan terbesar dalam penanganan isu kehutanan adalah komitmen politis pada tingkat tertinggi. Untuk itu, Presiden Brasil, Lula da Silva akan mengumumkan mekanisme pendanaan baru terkait deforestasi (REDD).
Brasil mengajak negara-negara pemilik hutan untuk membentuk aliansi 80 negara pemilik hutan untuk mengembangkan pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Republik Demokratik Kongo, Eve Bazaiba Masudi, juga menggarisbawahi perlunya kerja sama tiga negara yang berasal dari tiga kawasan basin berbeda.
Menurutnya, kolaborasi ini menjadi platform penting bagi kerja sama tiga negara yang memiliki 42 persen hutan tropis dunia, sehingga mempunyai kewajiban moral untuk memajukan kerja sama di tiga kawasan basin tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
“Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia. Indonesia menempatkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sebagai salah satu prioritas pembangunannya,” kata Erick di Jakarta, Jumat.
Berbagai program telah dilakukan di antaranya pencegahan kebakaran hutan, pengendalian deforestasi, kehutanan sosial, serta restorasi gambut dan mangrove.
Erick menerangkan Indonesia terus berupaya dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan telah berkurang sebesar 85 persen dari 1,65 juta ha pada tahun 2019 menjadi 204 ribu ha pada tahun 2022.
Kemudian, pada tahun 2023 hanya sebesar 16 persen kejadian kebakaran hutan dan lahan terdapat pada lahan gambut, lebih rendah dibanding tahun 2015 yaitu 34 persen dan tahun 2019 sebesar 30 persen.
Kendati demikian, Indonesia memerlukan kerja sama internasional untuk mensinergikan dan menjaga sumber daya alamnya. Indonesia berinisiatif untuk mendorong kerja sama tiga negara dengan Brasil dan Republik Demokratik Kongo yang sebelumnya telah dicanangkan melalui “Tropical Forest for Climate Action Partnership” pada saat KTT G20 di Bali, tahun 2022.
Para menteri dari Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo (RDK) melakukan pertemuan saat sesi “Tropical Forest Power for Climate Action” di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 (COP28 UNFCCC) di Dubai, Uni Emirat Arab.
Menurutnya, pertemuan tersebut merupakan penanda adanya langkah maju kerja sama negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia tersebut dalam bidang kehutanan untuk aksi perubahan iklim.
Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Brasil, Marina Silva, menekankan bahwa tantangan terbesar dalam penanganan isu kehutanan adalah komitmen politis pada tingkat tertinggi. Untuk itu, Presiden Brasil, Lula da Silva akan mengumumkan mekanisme pendanaan baru terkait deforestasi (REDD).
Brasil mengajak negara-negara pemilik hutan untuk membentuk aliansi 80 negara pemilik hutan untuk mengembangkan pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Republik Demokratik Kongo, Eve Bazaiba Masudi, juga menggarisbawahi perlunya kerja sama tiga negara yang berasal dari tiga kawasan basin berbeda.
Menurutnya, kolaborasi ini menjadi platform penting bagi kerja sama tiga negara yang memiliki 42 persen hutan tropis dunia, sehingga mempunyai kewajiban moral untuk memajukan kerja sama di tiga kawasan basin tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023