Mantan Menteri Luar Negeri dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam Alwi Shihab mengatakan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) melatih para guru untuk mengembangkan interaksi harmonis, saling menghormati, dan kolaborasi positif lintas agama.
"Guru berada di garda terdepan untuk melindungi komunitasnya dari pengaruh intoleransi beragama dan ekstremisme," ujar Alwi saat Temu Media: Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Bingkai Masyarakat Majemuk di Kawasan Menteng, Jakarta, Senin.
Meski begitu, dia melihat peningkatan radikalisme di lembaga-lembaga pendidikan dikaitkan dengan model penafsiran, pemahaman, dan pengajaran, serta aliran pemikiran tertentu.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan pembelajaran di sekolah saat ini seringkali melepaskan diri dari realitas masyarakat Indonesia yang majemuk.
Oleh karena itu, guru perlu melek atau memiliki literasi keagamaan yang baik sehingga mampu memasukkan pesan-pesan keberagaman dalam pembelajarannya di kelas.
Mantan Ketua Umum Komisi Independen Permanen HAM di OKI ini juga menegaskan pendekatan LKLB sejalan dengan penguatan supremasi hukum dan kebebasan beragama di Indonesia.
"Pemahaman masyarakat akan pentingnya relasi antara supremasi hukum dengan kebebasan beragama sebagaimana dilindungi konstitusi adalah modal penting bagi kemajuan bangsa Indonesia yang majemuk di tengah meningkatnya tantangan polarisasi di dunia," kata Ruhaini sekaligus Senior Fellow Institut Leimena.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyampaikan dalam situasi dunia yang semakin terpecah belah dan terpolarisasi maka dibutuhkan adanya pendekatan pendidikan yang menekankan kepada penguatan kerja sama dan solidaritas.
Itu sebabnya, program LKLB menjadi sangat signifikan terutama bagi para guru sebagai pemeran utama dalam dunia pendidikan.
"Literasi Keagamaan Lintas Budaya adalah upaya kita bersama untuk membangun rasa saling percaya antarpenganut agama berbeda. Ini adalah modal sosial untuk kemajuan bangsa Indonesia," ucap Matius Ho.
Program LKLB yang dimulai sejak bulan Oktober 2021 diikuti sebanyak 9.969 peserta. Sebanyak 8.055 pendidik dari 37 provinsi di Indonesia telah lulus sebagai alumni pelatihan LKLB yang diadakan oleh Institut Leimena dan 32 mitra lembaga pendidikan serta keagamaan selama kurun waktu sekitar 2,5 tahun.
Pelatihan LKLB membekali para pendidik di Indonesia, yang terdiri dari guru sekolah/madrasah dan penyuluh agama, agar memiliki kompetensi dalam membangun toleransi dan kolaborasi damai lintas agama.
Selain itu, institut Leimena menggandeng berbagai mitra dalam pelaksanaan program LKLB, antara lain 20 lembaga Islam, tujuh institusi Kristen, dan kemitraan baru dengan umat Buddha, lembaga Hindu, dan Konghucu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Guru berada di garda terdepan untuk melindungi komunitasnya dari pengaruh intoleransi beragama dan ekstremisme," ujar Alwi saat Temu Media: Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Bingkai Masyarakat Majemuk di Kawasan Menteng, Jakarta, Senin.
Meski begitu, dia melihat peningkatan radikalisme di lembaga-lembaga pendidikan dikaitkan dengan model penafsiran, pemahaman, dan pengajaran, serta aliran pemikiran tertentu.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan pembelajaran di sekolah saat ini seringkali melepaskan diri dari realitas masyarakat Indonesia yang majemuk.
Oleh karena itu, guru perlu melek atau memiliki literasi keagamaan yang baik sehingga mampu memasukkan pesan-pesan keberagaman dalam pembelajarannya di kelas.
Mantan Ketua Umum Komisi Independen Permanen HAM di OKI ini juga menegaskan pendekatan LKLB sejalan dengan penguatan supremasi hukum dan kebebasan beragama di Indonesia.
"Pemahaman masyarakat akan pentingnya relasi antara supremasi hukum dengan kebebasan beragama sebagaimana dilindungi konstitusi adalah modal penting bagi kemajuan bangsa Indonesia yang majemuk di tengah meningkatnya tantangan polarisasi di dunia," kata Ruhaini sekaligus Senior Fellow Institut Leimena.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menyampaikan dalam situasi dunia yang semakin terpecah belah dan terpolarisasi maka dibutuhkan adanya pendekatan pendidikan yang menekankan kepada penguatan kerja sama dan solidaritas.
Itu sebabnya, program LKLB menjadi sangat signifikan terutama bagi para guru sebagai pemeran utama dalam dunia pendidikan.
"Literasi Keagamaan Lintas Budaya adalah upaya kita bersama untuk membangun rasa saling percaya antarpenganut agama berbeda. Ini adalah modal sosial untuk kemajuan bangsa Indonesia," ucap Matius Ho.
Program LKLB yang dimulai sejak bulan Oktober 2021 diikuti sebanyak 9.969 peserta. Sebanyak 8.055 pendidik dari 37 provinsi di Indonesia telah lulus sebagai alumni pelatihan LKLB yang diadakan oleh Institut Leimena dan 32 mitra lembaga pendidikan serta keagamaan selama kurun waktu sekitar 2,5 tahun.
Pelatihan LKLB membekali para pendidik di Indonesia, yang terdiri dari guru sekolah/madrasah dan penyuluh agama, agar memiliki kompetensi dalam membangun toleransi dan kolaborasi damai lintas agama.
Selain itu, institut Leimena menggandeng berbagai mitra dalam pelaksanaan program LKLB, antara lain 20 lembaga Islam, tujuh institusi Kristen, dan kemitraan baru dengan umat Buddha, lembaga Hindu, dan Konghucu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024