Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) mengadopsi paradigma Tematik, Holistik, Integratif, Spasial (THIS) dalam perencanaan pembangunan daerah untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas pembangunan.
"Paradigma ini dikenalkan oleh Kementerian PPN/Bappenas sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah," kata Kepala Bappeda Provinsi Kalbar, Mahmudah, saat menjadi Narasumber pada kegiatan Rapat Sinergisitas Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Barat, Selasa.
Mahmudah menjelaskan, di Kalimantan Barat, penataan ruang dan lingkungan hidup menjadi prioritas utama. Wilayah ini memiliki karakteristik khusus seperti kawasan konservasi, Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), Jantung Kalimantan (Heart of Borneo), dan kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT).
Selain itu, potensi ekowisata, jasa lingkungan, dan perhutanan sosial juga menjadi perhatian. Namun, ancaman perubahan iklim dan bencana alam seperti kebakaran hutan, tanah longsor, erosi, abrasi, dan banjir juga harus dipertimbangkan dalam perencanaan.
Untuk meningkatkan tata kelola lingkungan dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, Pemprov Kalbar mendapat dukungan dari USAID Sustainable Environmental Governance Across Regions (SEGAR).
"Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai instrumen perencanaan, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Proses ini melibatkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten," tuturnya.
Mahmudah juga menyampaikan tujuan rapat koordinasi ini, termasuk identifikasi progres dan arah kebijakan terkait komponen lingkungan hidup.
Pembangunan tidak mungkin berjalan optimal tanpa melihat aspek penataan ruang yang saat ini sedang diatur dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2024-2044.
Menurut dia, pembangunan tentu akan memberikan dampak terhadap sektor lingkungan, baik langsung maupun tidak langsung.
"Oleh karena itu, upaya yang dapat kita laksanakan adalah menekan laju kerusakan yang terjadi akibat adanya pembangunan," katanya.
Baca juga: Identifikasi isu kunci dapat percepat transformasi digital
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Paradigma ini dikenalkan oleh Kementerian PPN/Bappenas sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah," kata Kepala Bappeda Provinsi Kalbar, Mahmudah, saat menjadi Narasumber pada kegiatan Rapat Sinergisitas Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Barat, Selasa.
Mahmudah menjelaskan, di Kalimantan Barat, penataan ruang dan lingkungan hidup menjadi prioritas utama. Wilayah ini memiliki karakteristik khusus seperti kawasan konservasi, Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), Jantung Kalimantan (Heart of Borneo), dan kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT).
Selain itu, potensi ekowisata, jasa lingkungan, dan perhutanan sosial juga menjadi perhatian. Namun, ancaman perubahan iklim dan bencana alam seperti kebakaran hutan, tanah longsor, erosi, abrasi, dan banjir juga harus dipertimbangkan dalam perencanaan.
Untuk meningkatkan tata kelola lingkungan dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, Pemprov Kalbar mendapat dukungan dari USAID Sustainable Environmental Governance Across Regions (SEGAR).
"Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai instrumen perencanaan, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Proses ini melibatkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten," tuturnya.
Mahmudah juga menyampaikan tujuan rapat koordinasi ini, termasuk identifikasi progres dan arah kebijakan terkait komponen lingkungan hidup.
Pembangunan tidak mungkin berjalan optimal tanpa melihat aspek penataan ruang yang saat ini sedang diatur dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2024-2044.
Menurut dia, pembangunan tentu akan memberikan dampak terhadap sektor lingkungan, baik langsung maupun tidak langsung.
"Oleh karena itu, upaya yang dapat kita laksanakan adalah menekan laju kerusakan yang terjadi akibat adanya pembangunan," katanya.
Baca juga: Identifikasi isu kunci dapat percepat transformasi digital
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024