Lembaga Sensor Film (LSF) menggaungkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri dan Kota Pontianak menjadi tuan rumah sebagai upaya perlindungan terhadap anak dari tontonan tidak layak.
"Dari 41.000 judul film, hanya 2,8 persen yang telah disensor oleh LSF. Ini menunjukkan bahwa banyak film yang beredar di platform Over-The-Top (OTT) belum terjangkau oleh proses penyensoran," ujar Ketua Komisi III LSF, Kuat Prihatin di Pontianak, Rabu.
Ia menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai. Menurutnya hanya 2,8 persen film yang sudah dipotong di jaringan informatika menjadi perhatian serius, mengingat banyaknya film yang beredar dan potensi risiko yang ada.
"Kami menargetkan sosialisasi yang ingin dicapai yaitu menjangkau 10.000 orang. Saat ini, baru sekitar 100 orang yang terpapar informasi tentang pentingnya sensor film. Upaya sosialisasi dilakukan dengan mengunjungi berbagai lokasi, termasuk sekolah dan bioskop," kata dia.
Baca juga: LSF akan menciptakan AI untuk kontrol tontonan anak
Menurutnya dalam iklan layanan masyarakat ditampilkan sebelum film. Diperkirakan, jumlah penonton bioskop dalam setahun mencapai 60-70 juta orang, yang menjadi potensi besar untuk sosialisasi lebih lanjut.
“Ada rencana untuk memasukkan pesan sosialisasi ke dalam kurikulum pendidikan melalui kerja sama dengan badan standarisasi kurikulum,” jelas dia.
Menurutnya untuk sensor mandiri, peran orang tua sangat penting dalam memilih film yang sesuai untuk anak-anak mereka.
"Edukasi masyarakat dan kesadaran akan dampak negatif film yang tidak sesuai usia diharapkan dapat menciptakan lingkungan menonton yang lebih aman dan sehat bagi generasi mendatang," jelas dia.
Baca juga: Pemkot Pontianak gandeng LSF bentuk Kampung Sensor Mandiri
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Dari 41.000 judul film, hanya 2,8 persen yang telah disensor oleh LSF. Ini menunjukkan bahwa banyak film yang beredar di platform Over-The-Top (OTT) belum terjangkau oleh proses penyensoran," ujar Ketua Komisi III LSF, Kuat Prihatin di Pontianak, Rabu.
Ia menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai. Menurutnya hanya 2,8 persen film yang sudah dipotong di jaringan informatika menjadi perhatian serius, mengingat banyaknya film yang beredar dan potensi risiko yang ada.
"Kami menargetkan sosialisasi yang ingin dicapai yaitu menjangkau 10.000 orang. Saat ini, baru sekitar 100 orang yang terpapar informasi tentang pentingnya sensor film. Upaya sosialisasi dilakukan dengan mengunjungi berbagai lokasi, termasuk sekolah dan bioskop," kata dia.
Baca juga: LSF akan menciptakan AI untuk kontrol tontonan anak
Menurutnya dalam iklan layanan masyarakat ditampilkan sebelum film. Diperkirakan, jumlah penonton bioskop dalam setahun mencapai 60-70 juta orang, yang menjadi potensi besar untuk sosialisasi lebih lanjut.
“Ada rencana untuk memasukkan pesan sosialisasi ke dalam kurikulum pendidikan melalui kerja sama dengan badan standarisasi kurikulum,” jelas dia.
Menurutnya untuk sensor mandiri, peran orang tua sangat penting dalam memilih film yang sesuai untuk anak-anak mereka.
"Edukasi masyarakat dan kesadaran akan dampak negatif film yang tidak sesuai usia diharapkan dapat menciptakan lingkungan menonton yang lebih aman dan sehat bagi generasi mendatang," jelas dia.
Baca juga: Pemkot Pontianak gandeng LSF bentuk Kampung Sensor Mandiri
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024