Sejumlah aktivis dari berbagai organisasi non-pemerintah menggelar aksi damai pawai monster plastik di Kota Pontianak, sebagai bentuk keprihatinan atas ancaman bahaya sampah plastik bagi lingkungan, terutama plastik sekali pakai.
"Selama ini keberadaan sampah plastik, terutama plastik sekali pakai di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Besarnya jumlah sampah ini tak hanya merusak lingkungan darat, namun juga perairan nusantara. Sampah di laut Indonesia kini menjadi momok tersendiri, seakan menghantui kita dalam wujud monster yang lahir dari kumpulan plastik," kata perwakilan Keep Borneo, Icha di Pontianak, Minggu.
Oleh karena itu, sejak 2019 beberapa organisasi lingkungan menjadikan agenda aksi monster plastik ini sebagai simbol "kengerian" akan sampah plastik sekali pakai.
Harapannya akan menguatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah plastik sekali pakai, serta mendesak pemerintah untuk bertindak secara nyata akan isu sampah plastik ini.
Para aktivis yang terlibat di Pontianak antara lain dari lembaga Gemawan, Penjaga Laut, Ecodefender, dan Keep Earth.
Di Pontianak, pawai yang diikuti ratusan orang ini mendorong tiga rekomendasi utama kepada pemerintah. Pertama, agar melarang penggunaan plastik sekali pakai, termasuk kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, sachet, dan microbeads secara nasional.
Kedua, memperbaiki sistem pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan sampah dari sumber hingga pendukung kemasan ramah lingkungan. Ketiga, mendesak produsen untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan, termasuk inovasi desain produk untuk mengurangi ketergantungan terhadap plastik.
Icha mengatakan penggunaan plastik sekali pakai harus dihentikan untuk menurunkan jumlah sampah di Indonesia. "Monster plastik ini merupakan ancaman nyata bagi kita semua. Mengubah gaya hidup kita yang tidak bergantung pada plastik sekali pakai adalah solusi utama," katanya.
Melalui aksi ini, para aktivis berharap pemerintah segera menerapkan kebijakan teknis untuk mengatasi krisis sampah plastik di tanah air, mulai dari regulasi hingga pemberdayaan masyarakat agar bersama-sama menciptakan perubahan nyata bagi lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Selama ini keberadaan sampah plastik, terutama plastik sekali pakai di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Besarnya jumlah sampah ini tak hanya merusak lingkungan darat, namun juga perairan nusantara. Sampah di laut Indonesia kini menjadi momok tersendiri, seakan menghantui kita dalam wujud monster yang lahir dari kumpulan plastik," kata perwakilan Keep Borneo, Icha di Pontianak, Minggu.
Oleh karena itu, sejak 2019 beberapa organisasi lingkungan menjadikan agenda aksi monster plastik ini sebagai simbol "kengerian" akan sampah plastik sekali pakai.
Harapannya akan menguatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah plastik sekali pakai, serta mendesak pemerintah untuk bertindak secara nyata akan isu sampah plastik ini.
Para aktivis yang terlibat di Pontianak antara lain dari lembaga Gemawan, Penjaga Laut, Ecodefender, dan Keep Earth.
Di Pontianak, pawai yang diikuti ratusan orang ini mendorong tiga rekomendasi utama kepada pemerintah. Pertama, agar melarang penggunaan plastik sekali pakai, termasuk kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, sachet, dan microbeads secara nasional.
Kedua, memperbaiki sistem pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan sampah dari sumber hingga pendukung kemasan ramah lingkungan. Ketiga, mendesak produsen untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan, termasuk inovasi desain produk untuk mengurangi ketergantungan terhadap plastik.
Icha mengatakan penggunaan plastik sekali pakai harus dihentikan untuk menurunkan jumlah sampah di Indonesia. "Monster plastik ini merupakan ancaman nyata bagi kita semua. Mengubah gaya hidup kita yang tidak bergantung pada plastik sekali pakai adalah solusi utama," katanya.
Melalui aksi ini, para aktivis berharap pemerintah segera menerapkan kebijakan teknis untuk mengatasi krisis sampah plastik di tanah air, mulai dari regulasi hingga pemberdayaan masyarakat agar bersama-sama menciptakan perubahan nyata bagi lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024