Jakarta (ANTARA Kalbar) - Asian Development Bank (ADB) dalam laporannya menyebutkan krisis ekonomi yang melanda Eropa bisa mengancam pasar obligasi mata uang lokal Asia Timur yang tengah berkembang dan mencapai 6 triliun dolar AS.
"Para pembuat kebijakan di kawasan ini harus mempersiapkan diri untuk guncangan dan volatilitas yang akan terjadi dari pasar keuangan global. Pasar obligasi mata uang lokal bisa sebagai alternatif yang aman di tengah krisis, namun kita tidak boleh lengah," kata Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional Iwan J Azis, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut Iwan, pasar yang memiliki volatilitas yang tinggi dapat menghalangi investasi jangka panjang dan mengancam perekonomian karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dan perusahaan dalam mengumpulkan dana.
Selain itu, reaksi pasar yang tidak menentu terhadap tindakan kebijakan akan merusak prediktabilitas dan efektivitas kebijakan konvensional.
Menurutnya, partisipasi kawasan yang lebih besar di pasar obligasi Asia Timur dan kerjasama yang lebih baik diperlukan untuk mengatasi volatilitas yang berasal dari guncangan eksternal dan memperkuat jaring pengamanan keuangan kawasan.
Bagian khusus dari Asia Bond Monitor yang menganalisa kinerja pasar obligasi lokal dari Cina, Indonesia, Republik Korea, Malaysia, Filipina, dan Thailand menunjukkan bahwa dampak turunan dari runtuhnya Lehman Brothers dan krisis kawasan Eropa yang sedang berlangsung cukup signifikan dan mungkin akan berlanjut.
Dampak permasalahan tersebut tidak hanya dirasakan di pasar obligasi tetapi juga di pasar keuangan lainnya di kawasan ini, termasuk melalui kurs mata uang asing.
Laporan Asia Bond Monitor mencatat bahwa meskipun ada ketidakpastian dan guncangan di pasar keuangan global, obligasi yang beredar di pasar di kawasan ini terus berkembang, hingga mencapai 5,9 triliun dolar AS pada akhir Juni, meningkat 1,9 persen dari akhir Maret dan tumbuh 8,6 persen dari akhir Juni 2011.
Pada akhir Juni, terdapat 2 triliun dolar AS obligasi korporasi yang beredar, 15,2 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya, sedangkan 3,9 triliun dolar AS pasar obligasi pemerintah hanya 5,5 persen lebih besar.
Imbal hasil obligasi di banyak pasar, seperti Cina, Indonesia, dan Vietnam mulai naik pada bulan Juli dan Agustus setelah jatuh pada paruh pertama tahun ini, yang mencerminkan berkembangnya ketidakpastian dalam ekonomi global.
Risiko terhadap pasar terus membesar. Risiko ini termasuk memburuknya sentimen investor akibat meredupnya prospek ekonomi global, volatilitas arus modal, dan penjualan obligasi pemerintah yang berlebihan untuk membiayai kebijakan stimulus.
D012
Foto