Jakarta (Antara Kalbar) - PT BCA Tbk mengklaim tidak melanggar peraturan perpajakan menyusul penetapan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan atas pajak bank swasta tersebut pada 1999.
"Perlu disampaikan bahwa BCA sebagai wajib pajak telah memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya melalui prosedur dan tata cara perpajakan yang benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmaja saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan, kronologi perpajakan BCA tahun fiskal 1999. Pada 1998, BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp29,2 triliun akibat krisis ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan UU yang berlaku, lanjutnya, kerugian itu dapat dikompensasikan dengan penghasilan (tax loss carry forward) mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai lima tahun.
Selanjutnya, sejak 1999, BCA sudah mulai membukukan laba fiskal di 1999 yang tercatat sebesar Rp174 miliar.
Menurut Jahja, berdasarkan pemeriksaan pajak pada 2002, Ditjen Pajak telah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 tersebut menjadi sebesar Rp6,78 triliun.
Di dalam nilai tersebut, jelasnya, terdapat koreksi yang terkait pengalihan aset termasuk jaminan sebesar Rp5,77 triliun yang dilakukan dengan proses jual beli dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang tertuang dalam Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang.
"Hal tersebut dilaksanakan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 26 Maret 1999," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan, transaksi pengalihan aset tersebut merupakan jual beli piutang, namun Ditjen Pajak menilai bahwa transaksi itu sebagai penghapusan piutang macet.
Terkait dengan hal-hal tersebut, pada 17 Juni 2003, BCA mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan.
Keberatan yang disampaikan oleh BCA diterima Ditjen Pajak dan dinyatakan dalam SK No.KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004.
Jahja menambahkan, pada saat berakhirnya masa kompensasi kerugian pajak 1998, masih terdapat sisa kompensasi yang belum digunakan sebesar Rp7,81 triliun.
Dengan demikian, seandainya keberatan BCA atas koreksi pajak senilai Rp5,77 triliun tidak diterima oleh Ditjen Pajak, maka masih ada sisa "tax loss carry forward" yang dapat dikompensasikan sebesar Rp2,04 triliun.
"Sisa 'tax loss carry forward' tersebut tidak dapat dipakai lagi (hangus) setelah tahun 2003," katanya.