Jakarta (Antara Kalbar) - Kuasa Hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar mengatakan tidak akan menghadirkan kliennya dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Mahkamah Konstitusi.
"Jika beliau (Akil Mochtar) dihadirkan takut akan mengganggu suasana persidangan, bagaimanapun beliau mantan ketua MK," kata Adardam SH MH, usai sidang di MK Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Akil Mochtar tidak dihadirkan dalam sidang merupakan kearifan dari pihaknya untuk menempatkan MK agar bisa independen dan tidak terpengaruh dari pihak manapun.
"Sebetulnya bisa saja dihadirkan karena memang UU memungkinkan pemohon untuk meminta majelis mengeluarkan ketetapan memerintahkan KPK menghadirkan, tetapi mungkin kami tidak akan mempergunakan kesempatan itu," katanya.
Aderdam mengatakan semua pihak harus menjaga imparsial dan independensi MK dalam mengadili perkara.
Aderdam juga mengatakan bahwa permohonannya yang diajukan secara garis besar sudah diterima majelis dan hanya perlu perbaikan redaksional dan elaborasi, bukan masalah subtansial.
Akil Mochatr dalam permohonannya merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 69, Pasal 76 ayat (1), Pasal 77, Pasal 78 ayat (1), dan Pasal 95 UU TPPU.
Dalam petitum permohonannya, Akil meminta MK menghilangkan "atau patut diduga" dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), untuk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Permohonan ini juga meminta MK menyatakan kata "tidak"¿ dalam Pasal 69 UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat, sehingga menjadi menyatakan, "untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang wajib dibuktikan terlebih dalu tindak pidana asalnya".
Untuk Pasal 76 ayat (1) UU TPPU yang menyatakan "penuntut umum wajib menyarahkan berkas perkara tindak pidana pencucian uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengkat secara bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang tidak dimaknai "penuntut umum pada Kejaksaan RI wajib menyerahkan kepada pengadilan negeri paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap".
Pasal 77, Pasal 78 ayat (1), dan Pasal 95 UU TPPU meminta MK menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sidang perdana pengujian UU TPPU ini diketua Hakim Konstitusi Muhammad Alim didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam dan Hakim Konstitusi Aswanto sebagai anggota panel.
Wahiduddin meminta mempertajam tentang alasan pemohon terkait kerugian konstitusional sehingga majelis hakim tidak terlalu sulit mempelajari kaitannya dengan penerapan pasal-pasal tersebut.
Aswanto meminta penjabaran lanjut dengan tidak diberlakukan norma yang dimaksud pemohon untuk dihapus, sehingga kerugian konstitusionalnya tidak akan terjadi.
"Tentunya ini kerugian konstitusional harus lebih dielaborasi lebih konkret," kata Aswanto.
(J008/N. Yuliastuti)