Shanghai (Antaranews Kalbar) - Stasiun ruang angkasa Tiangong-1 milik China memasuki atmosfer bumi dan terbakar di tengah kawasan Pasifik Selatan pada Senin, kata otoritas ruang angkasa China.
Stasiun itu memasuki atmosfer sekitar pukul 8:15 pagi waktu Beijing atau 00.15 GMT, dengan sebagian besar bagiannya telah terbakar dalam proses jatuh tersebut, kata pihak berwenang dalam pernyataan singkat di lamannya.
Hal tersebut disampaikan tidak lama setelah stasiun tersebut diperkirakan akan jatuh di atas pantai Brazil di Atlantik Selatan, dekat Kota Sao Paulo dan Rio de Janeiro.
Skuadron Kendali Luar Angkasa 18 Angkatan Udara Amerika Serikat, yang melacak dan mendeteksi semua objek buatan di orbit bumi, mengatakan mereka juga melacak Tiangong-1 saat memasuki atmosfer di Pasifik Selatan.
Baca juga: Tiangong-1 jatuh ke bumi 31 Maret hingga 4 April 2018
Dalam sebuah pernyataan, mereka telah mengonfirmasi jatuhnya Tiangong-1 melalui koordinasi dengan rekan-rekan pengamatan di Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea Selatan dan Inggris.
Pada Jumat, Beijing meyakinkan publik bahwa peristiwa ini tidak mungkin menyebabkan adanya potongan besar yang akan mencapai daratan.
Stasiun Tiangong-1 atau yang berarti Istana Surgawi-1, memiliki panjang 10,4 meter dan diluncurkan pada tahun 2011 guna melakukan percobaan penambatan dan orbit di ruang angkasa.
Misi ini merupakan bagian dari program ruang angkasa ambisius China, yang bertujuan untuk menempatkan stasiun permanen di orbit pada 2023.
Baca juga: Ilmuan jamin jatuhnya Tiangong-1 tidak merusak bumi
Benda angkasa tersebut awalnya direncanakan untuk dinonaktifkan pada tahun 2013 tetapi misinya berulang kali diperpanjang.
Sebelumnya China mengatakan bahwa proses penjatuhan akan terjadi pada akhir 2017 tetapi proses itu ditunda, menyebabkan beberapa ahli menduga bahwa laboratorium luar angkasa itu sebenarnya sudah lepas kendali.
Tabloid China Global Times pada edisi Senin menulis bahwa sorotan media di seluruh dunia tentang peristiwa ini mencerminkan rasa "iri" pihak asing terhadap industri luar angkasa China.
"Adalah hal normal bagi pesawat ruang angkasa untuk masuk kembali ke atmosfer, namun Tiangong-1 menerima banyak perhatian di antaranya karena beberapa negara Barat mencoba untuk mengganggu industri penerbangan yang tumbuh cepat di China," katanya.