Pontianak (ANTARA) - Kalimantan Barat kini memiliki Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) yang dapat menguji DNA satwa akuatik.
"Untuk memaksimalkan keberadaan laboratorium ini, kami bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk melakukan pelatihan uji DNA dan Analisa Data Genetik ini diikuti 51 peserta, baik pelatihan langsung sejumlah 26 peserta maupun secara virtual sejumlah 25 peserta yang diwakili dari berbagai latar belakang, seperti akademisi, praktisi, laboran, maupun lembaga instansi pemerintah, dokter hewan serta sejumlah peneliti," kata Pembantu Direktur IV Politeknik Negeri Pontianak Dr Widodo di Pontianak, Sabtu.
Dia mengatakan melalui pelatihan ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan teknologi ke depan khususnya ilmu kelautan dan perikanan di Kalbar.
Saat ini, katanya, setidaknya lebih dari 10 sampel jenis satwa akuatik, kharismatik, dilindungi maupun komersial berasal dari perairan Kalimantan Barat berhasil diuji di laboratorium ini.
Pengujian sampel satwa akuatik ini terangkum dalam kegiatan Pelatihan Dasar DNA Barcoding dan Genetic Data Analysis (Analisa Data Genetik) hasil kolaborasi Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), IPB University, Lab.Oceanogen Bogor, Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Kalbar, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (Iam Flying Vet) dan Yayasan WWF Indonesia.
"Pelatihan yang berlangsung selama empat hari, sejak 21-24 Desember 2020 ini dimentoring oleh Dr Hawis Maduppa selaku Kepala Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika (BIODIVISI) Bogor, drh Maulidio Suhendro yang merupakan peneliti DNA Penyu dan Mamalia Laut, dari Iam Flying Vet Panji Imam Agamawan, kemudian peneliti satwa akuatik Universitas Nahdlatul Ulama Kalbar dan L Muhsin Iqbal dari Laboratorium Oceanogen Bogor," tuturnya.
Dia menjelaskan DNA Barcoding adalah metode biologi molekular untuk mengidentifikasi suatu organisme berdasarkan urutan basa nukleotida. Metode ini telah banyak digunakan oleh peneliti dunia untuk mempermudah pengidentifikasian banyak spesies organisme yang ada di perairan.
DNA Barcoding berbasis pada penggunaan jaringan dari suatu makhluk hidup untuk diekstrak DNA-nya yang kemudian diolah secara molekuler dan bioinformatik hingga dapat diketahui spesiesnya dan asal usulnya hingga ke nenek moyangnya.
Menurut Widodo, keberadaan Laboratorium Bio-Molekuler Pusat Unggulan Teknologi Sumberdaya Perikanan Politeknik Negeri Pontianak (Polnep) ini juga diharapkan sebagai pilot projek pengembangan semua jurusan. Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Yayasan WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengatakan, pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik satwa akuatik penting dilakukan.
Menurutnya, selain untuk identifikasi dan pemetaan spesies, pelatihan ini juga diharapkan dapat mengembangkan laboratorium khususnya di Kalimantan Barat dengan kemampuan DNA barcoding dan Genetic Data Analysis sehingga bisa menjadi laboratorium rujukan untuk pengujian sample DNA satwa aquatik.
Ia menceritakan selama ini banyak pihak yang kesulitan melakukan pengujian sampel, karena harus dikirim ke luar daerah. Padahal, kata Dwi, tidak sedikit kasus mamalia laut, Hiu dan spesies akuatik lainnya terdampar tidak teridentifikasi jenisnya. Selain itu, tidak sedikit kasus penyelundupan satwa akuatik yang tak dikenali spesiesnya (apakah merupakan satwa yang dilindungi atau tidak).
Di sisi lain, dengan ketersediaan laboratorium molukuler ini dapat membatu penegak hukum dan otoritas spesies dilindungi untuk mengetahui asal-usul dari hewan yang ditangani atau disita. "Sehingga penting adanya pemetaan DNA dan pendataan spesies khususnya spesies akuatik," katanya.
Terpisah, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Getreda M. Hehanussa menyambut baik upaya kolaborasi dalam kegiatan pelatihan dasar DNA Barcoding dan Analisa Data Genetik tersebut.
Menurut Getreda, sejauh ini BPSPL Pontianak telah melakukan beberapa kegiatan terkait perannya sebagai pelaksana konservasi jenis dan genetika ikan serta pengawas lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi, namun, enurutnya masih belum optimal, karena sulitnya melakukan identifikasi jenis/spesies.
"Kesulitan ini sering terjadi pada proses pengidentifikasian jenis biota laut yang ditemukan dalam kondisi tidak utuh, baik karena pembusukan, terpotong-potong, maupun sudah menjadi produk turunan perikanan yang sulit diidentifikasi secara visual," katanya.
Menurut dia, kemampuan pengidentifikasian spesies melalui metode DNA Barcoding dan analisis DNA ini menjadi hal yang penting dalam upaya penyelesaian masalah-masalah tersebut. Uji dan Analisis DNA membutuhkan dukungan SDM yang kompeten serta sarana dan prasarana berupa laboratorium yang terstandarisasi.
"Kami sangat mendukung kegiatan pelatihan ini. Kami berharap, melalui kegiatan ini akan terjadi transfer pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat menghasilkan SDM yang kompeten dalam Uji dan Analisis DNA khususnya di wilayah Kalimantan Barat," katanya.