Jakarta (ANTARA) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat melibatkan masyarakat sipil dan masyarakat adat Dayak Meratus dalam setiap kebijakan menentukan kawasan di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan.
Ketua Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Selatan Rubi Juhu dalam keterangan di Jakarta, Kamis, mengatakan pengelolaan Geopark Meratus seharusnya bersifat terbuka agar tidak menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat, karena AMAN tidak ingin jika terjadi polemik di luar ketentuan.
"Seharusnya pemerintah dan pihak pengelola melakukan 'padiatapa' yang artinya harus membuat perencanaan yang melibatkan semua agar tujuan, maksud, dan manfaat dapat diketahui oleh semua masyarakat. Tetapi, hadirnya geopark tidak bisa menjawab persoalan baik di masyarakat sipil maupun masyarakat adat," kata Rubi.
Baca juga: Pahlawan Lingkungan, Fajar Azansyah dibalik Ekowisata Mempawah Mangrove Park
Ia menuturkan puluhan organisasi menilai Geopark Nasional Pegunungan Meratus (GNPM) tidak menjamin Pegunungan Meratus bebas pertambangan dan ekspansi industri ekstraktif, seperti kelapa sawit yang terjadi pada 2019 lalu.
AMAN mempertanyakan langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam penentuan dan penetapan Geopark Meratus karena sejak awal perencanaan dan penetapan kawasan itu tidak melibatkan masyarakat sipil dan masyarakat sekitar lokasi Geopark Meratus, terkhusus masyarakat adat Dayak Meratus.
Selain itu, AMAN juga mempertanyakan keterlibatan Forum Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pertambangan Kalimantan Selatan dalam Geopark Meratus.
"Kami mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk segera mengakui hak-hak Masyarakat Hukum Adat Dayak Meratus dan wilayah adatnya," tegas Rubi.
Ia pun mengungkapkan keberadaan masyarakat adat Dayak Meratus sudah terbukti mampu mengelola wilayahnya, hidup, dan berkehidupan sejak Indonesia belum merdeka hingga sekarang.
Sejak 2018 lalu, Pegunungan Meratus telah ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional. Indonesia tercatat telah memiliki beberapa geopark yang mendapatkan status UNESCO Global Geopark (UGG), seperti Geopark Gunung Batur, Geopark Gunung Sewu, dan Geopark Rinjani.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah menuturkan Geopark Meratus sedang dalam proses diajukan untuk mendapatkan status sebagai UGG. Terkait proses itu, komite tengah menunggu dossier atau berkas yang paling lambat diselesaikan November 2022.
Saat ini, Badan Pengelola Geopark Meratus kini telah menyiapkan 11 geosite berkelas internasional dan 22 geosite nasional lengkap dengan keanekaragaman flora, fauna, seni budaya, hingga kuliner.
Baca juga: Pengunjung ekowisata Mangrove Park di Mempawah turun drastis selama pandemi
Baca juga: Upaya PLN kembangkan Desa Wisata Mangrove di Sungai Bakau Mempawah