Jakarta (ANTARA) - Pembenahan penyelenggaraan haji terus dilakukan Kementerian Agama dari tahun ke tahun, untuk memberikan pelayanan prima kepada jamaah.
Pada 2022, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Kepuasan Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) mencapai 90,45 atau kategori sangat memuaskan. Prestasi ini tertinggi dari 11 kali BPS melakukan survei IKJHI sejak 2010.
Prestasi tersebut tidak mengendorkan semangat Kemenag untuk terus memberikan kinerja terbaik dalam penyelenggaraan haji tahun berikutnya, yakni tahun 2023/1444 Hijriah.
Untuk mengejawantahkan komitmen ini, Menteri Agama selaku Amirul Haj telah memobilisasi seluruh peralatan yang tersedia, sumber daya manusia (SDM), dan anggaran, untuk memastikan pelaksanaan haji tahun 2023 berjalan dengan baik.
Bagi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, pelayanan prima untuk jamaah haji adalah sebuah kemutlakan total, dan karenanya, Menag terjun langsung tanpa lelah untuk melihat detail secara faktual di lapangan.
Namun, mengelola ratusan ribu calon haji Indonesia di antara dua juta haji dunia tahun ini tidaklah mudah.
Problem akomodasi, transportasi, komunikasi, pelayanan kesehatan, fasilitas mandi, kecukupan air, dan lain-lain dalam situasi tertentu sering tidak terduga bisa terjadi terutama pada saat puncak haji di Armuzna atau Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).
Dengan luas Armuzna sekitar 52 km2, saat puncak ibadah haji, tiap calon haji hanya punya ruang 0,8 meter, lebih kecil dari ukuran liang lahat.
Dalam kepadatan semacam ini, ditambah dengan suhu tinggi berkisar antara 37-43 derajat Celsius bahkan pernah mencapai 53 derajat Celcius dalam sejarah haji, kondisi fisik dan psikis jamaah haji sangat rentan.
Pandemi COVID-19
Visi 2030 dari Pangeran Mohamed Bin Salman (MBS) adalah mengurangi ketergantungan pendapatan negara pada minyak, mendorong perbaikan sektor pariwisata termasuk haji yang merupakan pendulang devisa terbesar kedua negara setelah minyak.
Visi 2030 dari MBS menunjukkan visi yang sangat jauh ke depan yang memikirkan tentang kelangsungan bangsanya pascaminyak.
Menarik bahwa Visi 2030 MBS sudah memperhitungkan kelangsungan negerinya di tengah ancaman krisis energi, krisis lingkungan, dan perubahan iklim.
Visi MBS adalah visi dunia yang sedang berbagi bersama tentang dampak perubahan iklim bagi kelangsungan bangsa-bangsa.
Saya membayangkan, mengikuti garis argumen para ahli perubahan iklim, jika di masa depan terjadi kenaikan suhu global 1-2 derajat Celcius, nasib penyelenggaraan haji makin rumit dan kompleks.
Mengapa? Kenaikan suhu global bumi 1-2 derajat Celcius berarti akan menaikkan suhu di Arab Saudi, India, dan lain-lain menjadi sekitar 70 derajat Celcius.
Sungai-sungai di sepanjang garis Khatulistiwa mengering, dan negara-negara pulau tenggelam oleh mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan.
Dalam konteks ibadah haji yang sering dikaitkan dengan teologi dan keyakinan, pengiriman jamaah haji akan terus berlanjut tanpa memperhitungkan akibat-akibat suhu panas ini.
Dua juta peserta haji sangat mungkin tewas terpanggang (sehingga mirip massacre) dan atau Arab Saudi harus menyediakan mesin-mesin pendingin serta air yang sangat mahal untuk melindungi tamu-tamu Allah ini.
Panas global akibat perubahan iklim sangatlah nyata dan ilmiah. Tanda-tandanya sudah sangat terasa, mulai dari musim yang kacau, gagal panen yang berulang, hujan asam di di sejumlah kawasan, naiknya permukaan laut, munculnya jenis-jenis mikroba dan lain-lain.
Garis argumen di atas mengingatkan bahwa dalam beribadah sekalipun itu perintah Allah, seperti ibadah haji, pada dasarnya tidaklah otomatis aman dan bebas dari kendala-kendala baik yang ringan maupun berat.
Upaya-upaya terencana dan ilmiah mutlak diperlukan demi terjaminnya eksekusi di lapangan. Selanjutnya doa-doa dipanjatkan setelah segala upaya dikerjakan.
*Penulis adalah Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta dan Penulis Buku “Al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan”.
Haji dan perubahan iklim
Jumat, 7 Juli 2023 9:33 WIB