Jakarta (ANTARA) - Terhitung sejak 21 Juni 2023, masyarakat Indonesia memasuki fase endemi COVID-19, setelah tiga tahun lebih diliputi situasi tidak menentu akibat pandemi virus corona itu.
Beralihnya fase dari pandemi ke endemi itu bukan perkara mudah. Pemerintah bersama masyarakat bahu membahu berjuang mengatasi berbagai dampak, baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi, hingga RI kembali ke situasi normal. Dunia mengagumi pencapaian Indonesia ini.
COVID-19 yang terkendali di Tanah Air ditandai dengan dikukuhkan dengan terbitnya Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Meski terkendali, upaya mitigasi jangka panjang tetap menjadi keharusan bagi Indonesia dalam mewaspadai potensi pandemi di masa mendatang, sebab SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, masih terus mengintai.
Misalnya, subvarian Virus Corona terbaru EG.2 dan EG.5, yang kini menempati hampir separuh proporsi kasus COVID-19 di Tanah Air. Laporan itu diterima Kemenkes pada 7 Agustus 2023, berdasarkan hasil laporan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), sebagai institusi yang dibuat oleh Pemerintah Jerman dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional untuk mempelajari data genetika virus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (9/8) mengklasifikasikan subvarian virus corona terbaru EG.5 sebagai variant of interest (VOI).
Varian terbaru ini telah menyebar dengan cepat di wilayah Amerika Serikat (AS), dan mencakup lebih dari 17 persen kasus infeksi baru, meski belum menimbulkan risiko tambahan pada kesehatan masyarakat, jika dibandingkan dengan varian COVID-19 lainnya.
Untuk beradaptasi dengan ketentuan endemi secara global, Indonesia mengadopsi panduan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), seputar manajemen penanggulangan COVID-19 jangka panjang.
Ketentuan itu dirangkum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 tahun 2023 tentang Pedoman Penanggulangan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Masa Endemi.
Substansi yang diatur dalam kebijakan baru tersebut meliputi promosi kesehatan, surveilans, manajemen klinis, vaksinasi COVID-19, pengelolaan limbah, hingga ketentuan pelayanan bagi pasien COVID-19.
Sistem radar
Pada strategi pemantauan situasi, Kemenkes menetapkan ambang batas aman laju kasus di Indonesia kurang dari 20 per 100 ribu penduduk per pekan, angka rawat inap di fasyankes kurang dari 5 per 100 ribu penduduk per pekan, dan angka kematian kurang dari 1 per 100 ribu penduduk per pekan.
Surveilans dilaksanakan melalui kegiatan pengumpulan dan pengolahan data kasus yang dihimpun dalam aplikasi SatuSehat.
Petugas kesehatan memperoleh informasi seputar tren kasus melalui kanal media massa dan sumber lain yang bisa dipercaya, pemeriksaan antigen dan PCR pada terduga COVID-19 yang datang ke fasyankes, serta pemeriksaan terduga yang melakukan tes mandiri dengan hasil positif.
Pengumpulan data juga dilakukan secara aktif melalui kunjungan rumah, hingga memeriksa pelaku perjalanan yang menunjukkan gejala klinis infeksi saluran pernapasan akut di pintu masuk negara dan domestik, di bandar udara, pelabuhan dan pos lintas batas darat negara.
Pengumpulan data secara pasif ditempuh melalui Surveilans Influenza Like Illness (ILI) dan Surveilans Severe Acute Respiratory Infection (SARI) untuk mempermudah dan mempercepat proses pengiriman spesimen ke laboratorium.
Pengumpulan data surveilans ILI dan SARI dilakukan secara sentinel untuk memantau tren karakteristik epidemiologi dan virologi influenza dan COVID-19, serta mendeteksi virus varian baru melalui pemeriksaan molekuler influenza dan molekuler SARS-CoV-2 sampai dengan Whole Genome Sequencing (WGS).
Dari data yang terkumpul, petugas menindaklanjutinya dengan membuat pelaporan cepat kepada puskesmas dan dinas kesehatan setempat melalui aplikasi SatuSehat.
Terhadap kasus yang telah terkonfirmasi positif, tetap dilakukan pelacakan kontak erat dan dilakukan pemeriksaan swab antigen dan PCR pada mereka yang kontak erat, serta dipantau selama tiga hari.
Tim Kerja Standardisasi Klinis Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes memastikan tata laksana penanganan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan di era endemi tidak ada yang berbeda dengan sebelumnya.
Layanan pengobatan berlaku bagi pasien tanpa gejala maupun mereka yang berkomorbid. Namun tidak berlaku pemberian obat antivirus. Sebagai penggantinya, difasilitasi terapi melalui kerja sama dengan seluruh profesi terkait.
Ajuran kepada masyarakat untuk mencuci tangan menggunakan air mengalir dan handsanitizer serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus tetap diperhatikan dan ditaati untuk mencegah berbagai risiko penyakit, termasuk COVID-19.
Kebijakan berbayar
Peralihan manajemen krisis kepada manajemen jangka panjang di era endemi mendorong kendali COVID-19 dilimpahkan dari tanggung jawab pemerintah kepada individu masyarakat.
Tanggung jawab itu, termasuk sejumlah komponen biaya yang semula menjadi tanggungan pemerintah pada alokasi dana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, di antaranya klaim perawatan di rumah sakit hingga vaksinasi COVID-19.
Dalam Permenkes 23 Tahun 2023 dijelaskan, pemerintah menyetop biaya pelayanan pasien COVID-19 terhitung mulai 1 September 2023. Klaim penggantian biaya ditanggung melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi peserta. Sedangkan bagi pasien mandiri dapat menggunakan asuransi swasta atau kocek pribadi.
Permenkes 23 Tahun 2023 juga mengatur tentang kebijakan vaksinasi COVID-19 berbayar yang berlaku mulai 1 Januari 2024 menggunakan vaksin produksi dalam negeri, Indovac dan Inavac.
Sementara itu, vaksinasi COVID-19 yang digratiskan kepada masyarakat melalui skema pembiayaan pemerintah hanya berlaku pada program imunisasi rutin yang menyasar dua kelompok.
Pertama, masyarakat berisiko tinggi kematian dan penyakit parah akibat infeksi COVID-19 dari kalangan lanjut usia dan dewasa muda yang memiliki komorbid dan obesitas berat.
Kelompok kedua, adalah yang berisiko dari usia dewasa, remaja usia 12 tahun ke atas dengan kondisi immunocompromised sedang sampai berat, wanita hamil dan tenaga kesehatan.
Pelaksanaan program imunisasi rutin dilakukan melalui penyuntikan dosis primer hingga booster kedua. Pemerintah juga menjamin pasokan vaksin beserta keamanan, dan juga kehalalannya.
Bagi masyarakat yang tidak masuk ke dalam kategori penerima program imunisasi COVID-19, maka masuk kelompok kategori imunisasi berbayar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mitigasi jangka panjang COVID-19 di era endemi