Moskow (ANTARA) - Rusia tidak dapat "dipaksa untuk berdamai" seperti yang diinginkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Rabu (25/9).
"Keengganan Zelenskyy untuk membuat perjanjian adalah "kesalahan fatal," kata Peskov tentang pidato presiden Ukraina di Dewan Keamanan PBB pada Senin (23/9) di mana dia mengatakan perang Rusia-Ukraina tidak dapat dihentikan oleh perundingan dan "apa yang dibutuhkan -- untuk memaksa Rusia berdamai."
"Rusia adalah pendukung perdamaian. Tetapi dengan syarat memastikan dasar-dasar keamanannya dan memenuhi tugas-tugas yang dihadapi oleh operasi militer khusus," katanya.
"Dari sudut pandang saya, posisi seperti itu (keengganan untuk membuat perjanjian) adalah kesalahan fatal, kesalahan sistemik. Ini adalah kesalahpahaman yang mendalam, yang akan berdampak pada rezim Kiev," tambahnya.
Peskov dengan tegas menolak tuduhan Zelenskyy tentang dugaan pelanggaran Piagam PBB oleh Rusia, dengan alasan bahwa Rusia bertindak "sesuai dengan hukum internasional."
"Rusia dengan tegas menentang penggunaan standar ganda dalam penafsiran hukum internasional, yang menjadi ciri khas Inggris dan AS," katanya.
Mengenai situasi di sekitar Kota Vuhledar di Ukraina, tempat bentrokan sengit baru-baru ini terjadi, Peskov menandainya sebagai "tren positif" bagi Rusia.
Mengenai kesepakatan gandum tentang ekspor makanan Ukraina melalui Laut Hitam, Peskov menyatakan tidak adanya dialog untuk memulai kembali kesepakatan tersebut, dengan mencatat bahwa perjanjian tersebut dihentikan karena pihak ketiga mengabaikan tugas mereka, khususnya yang berkaitan dengan Rusia.
Turki pertama kali menjadi tuan rumah pertemuan antara menteri luar negeri Rusia dan Ukraina di kota Antalya di Mediterania pada Maret 2022.
Upaya tersebut menghasilkan kesepakatan gandum Laut Hitam yang penting pada 2022, tetapi Moskow tidak memperpanjang perjanjian tersebut setelah Juli 2023, dengan alasan pembatasan ekspor gandum Rusia.
Ketika ditanya tentang uji coba rudal balistik antar benua oleh China, Peskov mengatakan Beijing tengah mengembangkan angkatan bersenjatanya dan "memiliki hak penuh untuk menguji coba rudal."
"China tengah mengembangkan militernya, kami menghormatinya, dan, dalam kontak antara kedua negara, termasuk melalui departemen pertahanan, saling bertukar informasi yang diperlukan," katanya.
Kementerian Pertahanan China sebelumnya mengatakan bahwa mereka telah melakukan uji coba peluncuran rudal balistik antarbenua, yang mendarat di titik yang ditentukan di Samudra Pasifik.
Menurut Beijing, negara-negara regional telah diberitahu tentang uji coba tersebut sebelumnya.
Sumber: Anadolu
Rusia tak bisa dipaksa berdamai seperti Zelenskyy inginkan
Jumat, 27 September 2024 9:59 WIB