Pontianak (ANTARA) - Sekitar 1.000 buruh perkebunan sawit PT Duta Palma di Kabupaten Sambas dan Bengkayang, Kalimantan Barat, menggelar aksi damai dan dialog ke Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sambas menuntut pembayaran upah yang tertunda selama tiga bulan serta pencabutan kebijakan PHK dan mutasi sepihak oleh perusahaan.
"Aksi damai ini diikuti oleh buruh dan keluarga dari empat kebun milik PT Duta Palma, yaitu PT Wahana Hijau Semesta (WHS) 1, WHS 2, WHS 3, dan Teluk Keramat. Mereka mewakili hampir 4.000 jiwa yang terdampak kebijakan perusahaan," kata Kepala Divisi Advokasi & Kampanye Link-AR Borneo, Sofian Efendi di Pontianak, Sabtu.
Dia mengatakan, sejak November 2024, PT Duta Palma tidak membayar upah buruh, dan pada minggu ketiga Januari 2025, perusahaan melakukan PHK serta mutasi sepihak yang memperburuk ketidakpastian kerja.
"Kebijakan ini telah membuat hidup buruh dan keluarganya tenggelam dalam penderitaan," tuturnya.
Sofian mengatakan, lebih dari 800 anak-anak di lingkungan perkebunan terpaksa berhenti sekolah karena guru tidak lagi menerima gaji dan tunjangan dari perusahaan.
Aksi damai yang dilaksanakan oleh para buruh tersebut pada Jumat kemarin, bertujuan meminta tanggung jawab pemerintah dan PT Duta Palma untuk membayar upah yang tertunda serta mencabut kebijakan PHK dan mutasi sepihak.
"Namun, pihak perusahaan tidak hadir dalam dialog yang difasilitasi oleh Disnaker Kabupaten Sambas. Kekecewaan buruh memuncak, dan aksi damai diperpanjang hingga 31 Januari 2025," tuturnya.
PT Duta Palma dikenal dengan praktik bisnis yang kontroversial. Pemiliknya, Surya Darmadi, telah divonis 16 tahun penjara dan denda Rp2 triliun atas kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp73,9 triliun.
Kejaksaan Agung juga menyita aset perusahaan, termasuk 13 perkebunan sawit seluas 68.338 hektare di Bengkayang dan 7 bidang tanah seluas 15.805,67 hektare di Sambas.
Selain skandal korupsi, PT Duta Palma juga dituding melakukan tindakan anti-demokrasi dan anti-buruh. Pada Agustus 2023, aksi damai buruh dibubarkan secara paksa oleh kepolisian dengan kekerasan bersenjata, menyebabkan korban luka-luka dan trauma psikologis.
"Beberapa pimpinan aksi juga dikriminalisasi, termasuk Mulyanto, yang dijerat pasal penghasutan dan kekerasan," katanya.
Atas kejadian tersebut, Link-AR Borneo sebagai lembaga yang mendorong penegakan HAM dalam dunia bisnis, menyatakan sikap tegas untuk mendesak pemerintah menjamin pemenuhan dan perlindungan hak buruh, menuntut PT Duta Palma membayar upah tertunda dan menghentikan PHK sepihak, mendesak perusahaan menerapkan sistem bagi hasil yang adil bagi petani plasma, menuntut PT Duta Palma memenuhi tanggung jawab sosialnya dan meminta pemerintah dan kepolisian menjamin kebebasan berpendapat dan melindungi buruh dari intimidasi, teror, dan kriminalisasi.
"Hingga berita ini ditulis, aksi damai buruh masih berlangsung. Link-AR Borneo dan masyarakat sipil mendesak pemerintah dan perusahaan untuk segera mengambil langkah konkret guna menyelesaikan persoalan ini dan memastikan keadilan bagi buruh serta keluarganya," kata Sofian.