Tatanan di Laut Tiongkok Selatan Mengacu pada Keamanan Kolektif dan Hukum Internasional

Tatanan di Laut Tiongkok Selatan Mengacu pada Keamanan Kolektif dan Hukum Internasional

(PRNewsfoto/National Institute for South China Sea Studies, China)

Sanya, Tiongkok, (ANTARA/PRNewswire)- Di 5th Symposium on Global Maritime Cooperation and Ocean Governance, diadakan oleh Huayang Center for Maritime Cooperation and Ocean Governance, National Institute for South China Sea Studies, China Oceanic Development Foundation, serta Hainan Free Trade Port Research Institute, para pembicara berbagi perspektif tentang Tatanan di Laut Tiongkok Selatan. Menurut Dang Dinh Quy, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Laut Tiongkok Selatan tengah menghadapi tantangan konvensional, seperti klaim wilayah kelautan dan militerisasi yang berlebihan, serta tantangan nonkonvensional, seperti perompakan, penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diregulasi (illegal, unreported, and unregulated/IUU), serta pencemaran lingkungan. Maka, negara-negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan harus membuat konsensus yang melindungi keamanan laut. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) harus menjadi dasar hukum dalam mengatasi tantangan-tantangan kelautan. Siswanto Rusdi, Pendiri dan Direktur National Maritime Institute, Indonesia, menilai, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Untuk itu, kedua negara harus bekerja sama. Indonesia juga dapat membentuk polisi perairan dengan mempelajari pengalaman negara-negara tetangga.

Zheng Zhihua, Associate Professor, Japan Research Center, Shanghai Jiao Tong University, menyatakan, sebagian besar negara di Pasifik Selatan telah menyelesaikan penetapan batas wilayah laut berdasarkan kesamaan regional. Negara-negara ini banyak menerapkan sejumlah praktik yang menyangkut klaim exclusive economic zones (EEZs) dan landas kontinen berdasarkan terumbu karang. Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris juga menjalankan praktik serupa di Pasifik Selatan. Praktik-praktik yang berhubungan dengan klaim wilayah laut ini dapat menjadi referensi bagi wilayah Laut Tiongkok Selatan.

Menurut Zou Keyuan, Profesor Ilmu Hukum, Dalian Maritime University, Tiongkok, terdapat beragam cara untuk menyelesaikan sengketa, dan cara-cara legal merupakan salah satu opsi yang tersedia. Akibat perbedaan latar belakang kebudayaan di Asia Timur, mekanisme penyelesaian sengketa hukum regional hingga kini belum tersedia di Asia Pasifik. Maka, metode hukum seharusnya tidak terlalu diutamakan dalam penyelesaian sengketa di Laut Tiongkok Selatan.

Natalie Klein, Profesor Ilmu Hukum University of New South Wales, Australia, memaparkan aturan spesifik yang berhubungan dengan kebebasan bergerak, termasuk aturan yang terkait dengan batas-batas wilayah laut dan laut lepas, serta menjelaskan makna dan cakupan dari kebebasan bergerak.

SOURCE National Institute for South China Sea Studies, China
Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2024