Pontianak (ANTARA Kalbar) - Tony Wong mantan penghuni Lembaga Masyarakatan Klas IIA Pontianak, terpidana kasus pembalakan hutan secara liar di Ketapang, setelah mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) menyatakan, akan merintis bidang yang tidak banyak berurusan dengan hukum.
"Saya akan merintis usaha yang nantinya bisa menampung para mantan narapidana yang baik-baik agar bisa memperoleh hidup yang layak, karena tidak semuanya mereka jahat," kata Tony Wong dalam jumpa pers di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, dirinya akan bergerak di bidang sosial yang bisa banyak menyerap lapangan pekerjaan khususnya mantan Napi Klas IIA Pontianak yang baik-baik. "Saya berkeinginan mengubah pandangan negatif bagi napi, karena tidak semuanya mereka negatif," ujarnya.
Tony Wong, Senin (25/6) sekitar pukul 16.00 WIB resmi bebas dari tahanan LP Klas IIA Pontianak setelah resmi mendapatkan PB dari oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar setelah tak terbukti tersangkut perkara lain.
"Saya kini mendapat perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dengan adanya perlindungan itu saya menjadi percaya diri dan memberikan napas lega, karena hal itu mengakui peran saya," ujarnya.
Ia menjelaskan, dirinya hanyalah korban, dengan tujuan baik untuk mengungkap kebenaran terkait praktik mafia pembalakan hutan secara liar di Kabupaten Ketapang tahun 2007 yang merugikan negara triliunan rupiah melibatkan cukong asal Malaysia dan oknum aparat penegak hukum.
"Tetapi malah saya yang balik dituntut melanggar hukum sehingga divonis selama lima tahun atas kasus korupsi karena keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana Reboisasi (DR). Tetapi pada tanggal 26 Mei 2008 Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan vonis bebas kepada saya," ujarnya.
Namun di tingkat kasasi, divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2008, katanya.
"Atas kasus itu pengacara saya mengisyaratkan peninjauan kembali (PK) tapi saya tidak mau," ujarnya.
Tony Wong menambahkan, dalam waktu dekat dirinya akan menenangkan arwah ayahnya yang sudah wafat di usia ke-85 tahun dengan melakukan ritual 100 hari wafatnya orangtuanya.
"Saya juga akan mendiskusikan kasus yang saya alami dengan LPSK di Jakarta," ungkap Toni Wong.
Menurut dia, dalam kasus ini memang ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sebagai anak bangsa Indonesia, karena telah menjalani hukuman yang seharusnya tidak ia alami.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Saya akan merintis usaha yang nantinya bisa menampung para mantan narapidana yang baik-baik agar bisa memperoleh hidup yang layak, karena tidak semuanya mereka jahat," kata Tony Wong dalam jumpa pers di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, dirinya akan bergerak di bidang sosial yang bisa banyak menyerap lapangan pekerjaan khususnya mantan Napi Klas IIA Pontianak yang baik-baik. "Saya berkeinginan mengubah pandangan negatif bagi napi, karena tidak semuanya mereka negatif," ujarnya.
Tony Wong, Senin (25/6) sekitar pukul 16.00 WIB resmi bebas dari tahanan LP Klas IIA Pontianak setelah resmi mendapatkan PB dari oleh Kejaksaan Tinggi Kalbar setelah tak terbukti tersangkut perkara lain.
"Saya kini mendapat perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dengan adanya perlindungan itu saya menjadi percaya diri dan memberikan napas lega, karena hal itu mengakui peran saya," ujarnya.
Ia menjelaskan, dirinya hanyalah korban, dengan tujuan baik untuk mengungkap kebenaran terkait praktik mafia pembalakan hutan secara liar di Kabupaten Ketapang tahun 2007 yang merugikan negara triliunan rupiah melibatkan cukong asal Malaysia dan oknum aparat penegak hukum.
"Tetapi malah saya yang balik dituntut melanggar hukum sehingga divonis selama lima tahun atas kasus korupsi karena keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana Reboisasi (DR). Tetapi pada tanggal 26 Mei 2008 Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan vonis bebas kepada saya," ujarnya.
Namun di tingkat kasasi, divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2008, katanya.
"Atas kasus itu pengacara saya mengisyaratkan peninjauan kembali (PK) tapi saya tidak mau," ujarnya.
Tony Wong menambahkan, dalam waktu dekat dirinya akan menenangkan arwah ayahnya yang sudah wafat di usia ke-85 tahun dengan melakukan ritual 100 hari wafatnya orangtuanya.
"Saya juga akan mendiskusikan kasus yang saya alami dengan LPSK di Jakarta," ungkap Toni Wong.
Menurut dia, dalam kasus ini memang ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sebagai anak bangsa Indonesia, karena telah menjalani hukuman yang seharusnya tidak ia alami.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012