Pontianak (ANTARA) - Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, menegaskan pentingnya kesiapan menghadapi situasi krisis dan perubahan kebijakan, khususnya terkait ketahanan pangan dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Keberhasilan Program MBG yang digagas Presiden Prabowo Subianto sangat bergantung pada kemampuan Kalimantan Barat dalam menyediakan bahan baku lokal. Presiden meminta agar bahan baku MBG berasal dari dalam negeri, bukan impor. Kita harus mempersiapkan lahan pertanian untuk padi, lahan peternakan untuk daging, susu, dan protein lainnya," kata Rudy di Pontianak, Rabu.
Rudy juga menyoroti tren anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kalimantan Barat dalam lima tahun terakhir. Meskipun anggaran terus meningkat, realisasinya masih fluktuatif.
"Tren Transfer ke Daerah (TKD) cenderung stagnan, sementara kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat kecil," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa belanja pegawai pemerintah daerah terus meningkat signifikan, jauh melampaui belanja modal. "Hal ini menghambat pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat," kata Rudy.
Dia mengungkapkan bahwa meski terdapat tren positif dalam pembangunan manusia, capaian di sektor pendidikan dan kesehatan Kalimantan Barat masih di bawah rata-rata nasional.
"Di sisi kesejahteraan, Kalimantan Barat menunjukkan capaian lebih baik dari rata-rata nasional. Tingkat kemiskinan menurun dari 7,17 persen (2020) menjadi 6,32 persen (2024), dan rasio gini membaik dari 0,317 (2020) menjadi 0,310 (2024)," katanya.
Rudy juga menyoroti berbagai isu strategis yang masih harus diatasi seperti pada bidang Pendidikan, aksesibilitas dan kualitas pendidikan belum merata. Dana BOS dan Program Indonesia Pintar (PIP) belum tepat sasaran.
Pada bidang kesehatan, jumlah Puskesmas belum memenuhi standar WHO, insentif tenaga kesehatan rendah, dan infrastruktur teknologi kesehatan masih kurang.
Kemudian pada bidang pemerintahan, perencanaan dan penganggaran daerah belum berkualitas, dengan potensi kerugian program/kegiatan mencapai Rp106,08 miliar pada 2024.
Rudy menekankan pentingnya peningkatan akuntabilitas pembangunan daerah. "Pengawasan APIP daerah perlu memberikan rekomendasi strategis, bukan hanya pada aspek operasional, di mana kolaborasi lintas instansi juga harus ditingkatkan untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik," katanya.
Dengan komitmen dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan Kalimantan Barat mampu mengatasi tantangan pembangunan, sekaligus mendukung keberhasilan program ketahanan pangan dan MBG berbasis bahan baku lokal.