Sampang (ANTARA Kalbar) - Sebagian anak-anak Syiah yang kini menjadi korban tragedi kemanusiaan di Sampang, Madura selama ini ada menempuh pendidikan di sekolah kelompok Islam Sunni dan Muhammadiyah.
Anak Syiah yang sekolah di lembaga pendidikan Sunni itu, salah satunya Halimatus Sakdiyah. Ia sekolah di SMA Durratun Najah, lembaga pendidikan swasta milik kelompok Islam Sunni.
"Saya sudah tiga tahun sekolah di sana, dan saat ini duduk di bangku kelas tiga," katanya, Jumat siang.
Halimatus Sakdiyah ini sebenarnya merupakan satu dari beberapa anak-anak Syiah yang sekolah di lembaga pendidikan non-Syiah. Anak lainnya ialah Syaiful.
Ia menjelaskan dirinya pernah mondok di pesantren Muhammadiyah di lembaga Panti Asuhan saat sekolah SMK di Pamekasan.
"Kan Al Quran-nya sama mas. Nabinya juga sama, Nabi Muhammad. Makanya pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah dulu tidak mempermasalahkan kami mondok di sana," kata Syaiful kepada ANTARA, menuturkan.
Hubungan Syiah dengan organisasi keamanaan dan aliran Islam lain di Madura, selama ini terbangun dengan baik.
Halimatus Sakdiyah mengakui, meski kini tengah terjadi konflik antara Syiah dan kelompok anti-Syiah, namun hubungan dirinya dengan keluarga Sunni di sekolahnya masih terjalin dengan baik.
"Sejak kejadian, memang saya sempat tidak masuk. Tapi sekarang sudah bisa masuk lagi," kata famili Halimatus Sakdiyah di GOR Sampang, Ahmad.
Menurut Ketua Dewan Syuro Ahlulbait Indonesia Dr Umar Shahab, tradisi Syiah dengan Sunni sebenarnya sama. Seperti menggelar tahlilan, melaksanakan haul dan membaca puji-pujian bagi Nabi Muhammad atau barzanji.
"Makanya ketika Syiah dikatakan sesat, sesatnya darimana, wong Al Quran-nya juga sama," kata dia seusai menjadi khotib Shalat Jumat di GOR Wijaya Kusuma Sampang.
(KR-ZIZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Anak Syiah yang sekolah di lembaga pendidikan Sunni itu, salah satunya Halimatus Sakdiyah. Ia sekolah di SMA Durratun Najah, lembaga pendidikan swasta milik kelompok Islam Sunni.
"Saya sudah tiga tahun sekolah di sana, dan saat ini duduk di bangku kelas tiga," katanya, Jumat siang.
Halimatus Sakdiyah ini sebenarnya merupakan satu dari beberapa anak-anak Syiah yang sekolah di lembaga pendidikan non-Syiah. Anak lainnya ialah Syaiful.
Ia menjelaskan dirinya pernah mondok di pesantren Muhammadiyah di lembaga Panti Asuhan saat sekolah SMK di Pamekasan.
"Kan Al Quran-nya sama mas. Nabinya juga sama, Nabi Muhammad. Makanya pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah dulu tidak mempermasalahkan kami mondok di sana," kata Syaiful kepada ANTARA, menuturkan.
Hubungan Syiah dengan organisasi keamanaan dan aliran Islam lain di Madura, selama ini terbangun dengan baik.
Halimatus Sakdiyah mengakui, meski kini tengah terjadi konflik antara Syiah dan kelompok anti-Syiah, namun hubungan dirinya dengan keluarga Sunni di sekolahnya masih terjalin dengan baik.
"Sejak kejadian, memang saya sempat tidak masuk. Tapi sekarang sudah bisa masuk lagi," kata famili Halimatus Sakdiyah di GOR Sampang, Ahmad.
Menurut Ketua Dewan Syuro Ahlulbait Indonesia Dr Umar Shahab, tradisi Syiah dengan Sunni sebenarnya sama. Seperti menggelar tahlilan, melaksanakan haul dan membaca puji-pujian bagi Nabi Muhammad atau barzanji.
"Makanya ketika Syiah dikatakan sesat, sesatnya darimana, wong Al Quran-nya juga sama," kata dia seusai menjadi khotib Shalat Jumat di GOR Wijaya Kusuma Sampang.
(KR-ZIZ)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012