Sampang (Antara Kalbar) - Bekas daerah konflik di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, yakni di Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang, dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Ombek, kini mengalami kekeringan.
"Warga di dua desa itu kini kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan memasak mandi sehari-hari," kata anggota DPRD asal wilayah itu Moh Nasir di Sampang, Sabtu.
Ia menuturkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga di dua desa itu terpaksa membeli air seharga Rp150 ribu per tangki. Bagi yang tidak mampu, terpaksa mengambil air ke desa-desa terdekat dengan menggunakan jerigen.
Sebagian di antara mereka, katanya, terpaksa mandi air keruh di sungai, sehingga tidak sedikit warga di wilayah itu yang kini mulai terserang gatal-gatal.
Di Desa Bluuran, krisis air bersih terjadi di Dusun Gending Laok, sedangkan di Desa Karang Gayam, Kecamatan Ombek, krisis air bersih terparah terjadi di Dusun Nanggernang.
Menurut Moh Nasir, sampai saat ini warga di dua desa itu belum menerima bantuan distribusi air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Sampang.
"Kami akan menyampaikan hal ini secara langsung kepada pemkab, agar mereka segera mendapatkan bantuan," kata Nasir.
Secara terpisah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Sampang Wisnu Hartono mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan distribusi bantuan air bersih ke dua desa itu.
Ia mengakui, selama ini pihaknya memang belum mendistribusian bantuan air bersih ke Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang dan Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, karena kepala desanya tidak mengajuan bantuan.
"Kami kan tidak mengetahui secara pasti desa-desa yang masuk rawan kekeringan dan kekurangan air bersih," katanya.
Secara keselutuhan, jumlah desa yang mengalami kekurangan air bersih saat ini terdata sebanyak 58 desa, tersebar di 12 kecamatan di Kabupaten Sampang, dari total jumlah kecamatan sebanyak 14 kecamatan.
Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang dan Desa Karang Garam, Kecamatan Omben ini dikenal sebagai daerah konflik, karena di dua desa ini pernah terjadi tragedi kemanusiaan antara kelompok Islam Syiah dengan kelompok anti-Syiah pada tahun 2012.
Satu orang tewas, tujuh orang luka-luka dalam kelompok Islam Syiah kala itu, serta puluhan rumah warga dibakar oleh kelompok penyerang.