Jakarta  (Antara Kalbar) - Majelis hakim menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa kasus korupsi pengadaan "driving" simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 dengan terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo.

"Mengadili, menolak keberatan dari penasihat hukum dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan persidangan," kata Ketua Majelis Hakim Suhartoyo dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Sejumlah hal yang menjadi pertimbangan majelis hukum antara lain keberatan kuasa hukum Djoko yang menyatakan bahwa Djoko sebagai Kepala Korlantas Polri saat itu sudah menjalankan tugasnya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Hal ini baru akan diketahui setelah pemeriksaan dalam persidangan dilakukan," kata hakim menanggapi keberatan penasihat hukum mengenai butir tersebut.

Terkait dengan keberatan mengenai penggabungan tindak pidana pencucian uang dengan pidana asal dengan menggunakan UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, hakim menilai bahwa hal itu sudah sesuai dengan aturan pasal 74 dan pasal 75 UU tersebut.

Pasal 75 menyatakan bahwa dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya kepada PPATK.

"Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi prinsip retroaktif hanya untuk materiil, dan bukan formil dan sudah dilakukan dalam praktek peradilan seperti dalam perkara Bahasyim Assifie pada Februari 2011, dan perkara Yudi Hermawan dan kawan-kawan," tambah hakim.

Sementara terkait keberatan atas penyidik KPK yang tidak berwenang untuk menyidik tindak pidana pencucian uang periode 2003-2010 karena hanya berdasarkan asumsi dengan berdasarkan pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Apakah terbukti atau tidak bisa dibuktikan di persidangan demikian juga keterkaitan dengan dakwaan yang mengaturnya," ungkap hakim.

Atas putusan tersebut, Djoko Santoso mengajukan banding.

"Kami akan menggunakan hak kami dan akan kami sampaikan bersama pokok perkara," kata Juniver Girsang.

Agenda sidang selanjutnya adalah pemeriksaan saksi baik untuk tindak pidana korupsi maupun pencucian uang pada Selasa (21/5) dan Jumat (24/5).

Dalam kasus ini, mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tersebut didakwa dengan tiga dakwaan yaitu korupsi dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Djoko didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp32 miliar dan merugikan keuangan negara Rp144,98 miliar dengan total anggaran Rp200,56 miliar.

Dakwaan kedua mengenai tindak pidana pencucian uang pada 2010-2012 dari pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana  penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Total kekayaan Djoko yang dianggap terkait pencucian uang adalah sebesar Rp42,95 miliar.

Serta dakwaan ketiga tentang tindak pidana pencucian uang periode 2003-2010 dari pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana  penjara penjara 5-15 tahun dan denda Rp100 juta hingga Rp15 miliar.

Total kekayaan Djoko yang dianggap terkait pencucian uang adalah sebesar Rp53,89 miliar dan 60 ribu dolar AS.

   (Chandra HN)

Pewarta: Desca LN

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013