Jakarta (Antara Kalbar) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan secara resmi menyatakan mengundurkan diri dari tim pengacara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
"Mulai hari ini saya tidak lagi menjadi kuasa hukum Pak Akil," kata Otto kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Jumat.
Namun demikian, kata Otto, sesuai kode etik advokad, dirinya tidak akan "menelantarkan" kliennya itu begitu saja. Ia yang sebelumnya menjadi ketua tim kuasa hukum Akil telah menyerahkan posisi ketua tim kepada Tamsil Sjoekoer, yang juga wakil ketua umum DPN Peradi.
Otto mengemukakan alasan dia mundur dari tim kuasa hukum Akil karena khawatir terjadi konflik kepentingan, mengingat dalam dakwaan Pengadilan Tipikor, Akil juga dikaitkan dengan kasus sengketa Pilkada Jawa Timur, sedangkan dalam kasus tersebut ia merupakan ketua tim kuasa hukum Khofifah Indar Parawansa, salah satu calon gubernur Jawa Timur, yang kalah dalam sengketa di MK.
Menurut Otto, ada potensi persoalan sengketa Pilkada Jawa Timur yang disinggung dalam dakwaan terhadap Akil akan berkembang, sehingga hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan di dalam dirinya.
"Ini sudah jadi dakwaan, posisi saya jadi sulit. Saya punya 'conflict of interest' kalau terus membela Pak Akil," kata Otto.
"Saya harus ambil posisi. Dalam profesi advokad kalau ada benturan kepentingan harus mundur," tambah dia.
Mengingat dirinya juga masih dalam kapasitas sebagai kuasa hukum Khofifah, kata Otto, tentu ia tidak akan bisa membela Akil secara maksimal, dan itu akan merugikan Akil.
"Jadi, saya mundur bukan karena tak percaya Akil, tak bisa kerja sama dengan Akil, tetapi demi kepentingan Akil dan kehormatan profesi advokad," katanya.
Dalam kesempatan itu Otto menampik tudingan bahwa ia dulu bersedia menjadi pengacara Akil karena ingin mengorek keterangan Akil terkait sengketa Pilkada Jawa Timur untuk kepentingan Khofifah.
"Itu salah, jauh dari kenyataan," kata Otto.
Dia mengaku bersedia menjadi pengacara Akil karena memang diminta oleh Akil yang pernah sama-sama aktif di Ikadin. Selain itu, pada awalnya kasus Akil sama sekali tidak menyinggung Pilkada Jawa Timur.
Otto mengakui bahwa selama mendampingi Akil banyak hal yang ia ketahui, termasuk terkait Pilkada Jawa Timur. Akan tetapi, ia tidak mungkin membuka keterangan yang ia peroleh dari Akil tanpa ada persetujuan dari Akil.
"Terus terang banyak sekali saya tahu dari Pak Akil, persoalannya saya hanya bisa ungkapkan itu apabila Akil setuju. Itu rahasia klien. Persoalannya Akil tak izinkan saya buka rahasia dia. Saya bisa dihukum pidana kalau buka itu tanpa izin Akil. Biarlah KPK yang ungkap," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Mulai hari ini saya tidak lagi menjadi kuasa hukum Pak Akil," kata Otto kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Jumat.
Namun demikian, kata Otto, sesuai kode etik advokad, dirinya tidak akan "menelantarkan" kliennya itu begitu saja. Ia yang sebelumnya menjadi ketua tim kuasa hukum Akil telah menyerahkan posisi ketua tim kepada Tamsil Sjoekoer, yang juga wakil ketua umum DPN Peradi.
Otto mengemukakan alasan dia mundur dari tim kuasa hukum Akil karena khawatir terjadi konflik kepentingan, mengingat dalam dakwaan Pengadilan Tipikor, Akil juga dikaitkan dengan kasus sengketa Pilkada Jawa Timur, sedangkan dalam kasus tersebut ia merupakan ketua tim kuasa hukum Khofifah Indar Parawansa, salah satu calon gubernur Jawa Timur, yang kalah dalam sengketa di MK.
Menurut Otto, ada potensi persoalan sengketa Pilkada Jawa Timur yang disinggung dalam dakwaan terhadap Akil akan berkembang, sehingga hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan di dalam dirinya.
"Ini sudah jadi dakwaan, posisi saya jadi sulit. Saya punya 'conflict of interest' kalau terus membela Pak Akil," kata Otto.
"Saya harus ambil posisi. Dalam profesi advokad kalau ada benturan kepentingan harus mundur," tambah dia.
Mengingat dirinya juga masih dalam kapasitas sebagai kuasa hukum Khofifah, kata Otto, tentu ia tidak akan bisa membela Akil secara maksimal, dan itu akan merugikan Akil.
"Jadi, saya mundur bukan karena tak percaya Akil, tak bisa kerja sama dengan Akil, tetapi demi kepentingan Akil dan kehormatan profesi advokad," katanya.
Dalam kesempatan itu Otto menampik tudingan bahwa ia dulu bersedia menjadi pengacara Akil karena ingin mengorek keterangan Akil terkait sengketa Pilkada Jawa Timur untuk kepentingan Khofifah.
"Itu salah, jauh dari kenyataan," kata Otto.
Dia mengaku bersedia menjadi pengacara Akil karena memang diminta oleh Akil yang pernah sama-sama aktif di Ikadin. Selain itu, pada awalnya kasus Akil sama sekali tidak menyinggung Pilkada Jawa Timur.
Otto mengakui bahwa selama mendampingi Akil banyak hal yang ia ketahui, termasuk terkait Pilkada Jawa Timur. Akan tetapi, ia tidak mungkin membuka keterangan yang ia peroleh dari Akil tanpa ada persetujuan dari Akil.
"Terus terang banyak sekali saya tahu dari Pak Akil, persoalannya saya hanya bisa ungkapkan itu apabila Akil setuju. Itu rahasia klien. Persoalannya Akil tak izinkan saya buka rahasia dia. Saya bisa dihukum pidana kalau buka itu tanpa izin Akil. Biarlah KPK yang ungkap," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014