Sungai Raya (Antara Kalbar) - Rumah Sakit TNI AU Lanud Supadio dituding telah memberatkan pasien yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan.
"Ayah saya menderita penyakit gejala lambung dan terpaksa kami bawa ke rumkit Lanud karena rumkit itu yang paling dekat dengan rumah kami pada 7 Maret lalu. Namun saat akan mendaftarkan ayahnya ke rumkit tersebut menggunakan kartu BPJS, pihak rumkit menolak dengan alasan rumkit dalam kondisi penuh pasien," kata Jemmy Hermanto, anak dari Koko Hermanto, pasien rumkit Lanud Supadio.
Namun, katanya, saat mereka memutuskan untuk masuk sebagai pasien umum, pihak rumkit justru menyatakan bahwa ada ruang kosong untuk pasien umum.
"Ini yang membuat keluarga kami kesal, karena merasa kepesertaan BPJS ayah kami tidak berlaku di sana. Dan setelah berdebat dengan manajemen rumkit, akhirnya ayah kami baru dapat dirawat dengan kepesertaan BPJS," tuturnya.
Tidak sampai di situ, Jemmy menuturkan, saat pertama kali masuk, perawatan dokter sangat terkesan lama, meski ayahnya sudah menderita akibat gejala lambung dan membutuhkan transfusi darah.
"Saat itu kami yang terus mendesak pihak rumkit untuk segera melakukan transfusi darah dan cukup lama, baru permintaan kami itu dilakukan. Namun, saat transfusi ternyata darahnya tidak cocok dan terjadi alergi pada ayah saya sehingga saya memutuskan untuk membeli darah di PMI sebanyak empat kantong dan itu kami lakukan sendiri karena pihak rumkit tidak memfasilitasinya," katanya.
Jemmy juga menyesalkan, keluarganya justru diminta untuk membayar obat-obatan oleh pihak rumkit, yang mestinya obat-obatan itu menurutnya masuk dalam biaya BPJS.
"Kami diminta untuk membayar obat-obatan seharga Rp1 juta lebih, dan itu sudah kami bayar karena pihak rumkit beralasan bahwa obat yang digunakan mereka tidak masuk dalam BPJS. Namun, karena kami mengetahui BPJS juga menanggung obat-obatan makanya kita meminta rincian obat-obatan itu berikut harganya sebagai pegangan bagi kami," kata Jemmy.
Berbekal rincian obat-obatan tersebut, dia mengatakan melakukan pengecekan melalui internet. Hasilnya, dia menemukan, obat dari pihak rumkit ternyata harganya lebih mahal dari pada harga obat umumnya.
"Saya cek ke internet, hasilnya saya menemukan ada obat yang namanya Ome Prazole Tap yang merupakan jenis generik harganya hanya Rp5.000 per keping. Namun, pihak rumkit memberikan obat yang sama dan harus kami bayar Rp20.000 untuk dua kepingnya dan demikian dengan obat lainnya," tuturnya.
Dia juga membeberkan, sebelumnya juga ada tetangganya yang juga menggunakan kepesertaan BPJS namun ditolak oleh pihak Rumkit Lanud Supadio saat ingin dirawat di sana. "Ini jelas membuat kami bingung, kalau memang tidak bisa digunakan, untuk apa program BPJS ini," tanyanya kesal.
Secara terpisah, Kepala BPJS cabang Pontianak, Octovianus Ramba menjelaskan, berdasarkan UU nomor 24 tahun 2011, dan berdasarkan ketetapan Jaminan Kesehatan Nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan, tidak boleh ada penolakan untuk pasien BPJS kesehatan oleh pihak rumah sakit.
"Bahkan, pasien yang menggunakan BPJS kesehatan mendapatkan keistimewaan, semua kebutuhan mereka selama di rumah sakit harus dipenuhi oleh pihak rumkit karena mereka telah ditanggung penuh oleh BPJS kesehatan," katanya.
Menurutnya, pasien yang menggunakan BPJS kesehatan tidak hanya digratiskan ketika dirawat di rumah sakit, tetapi termasuk obat-obatan, darah dan proses pemulihan juga menjadi tanggungan BPJS.
"Mengenai kasus penolakan pasien BPJS kesehatan di rumkit Lanud ini akan kita koordinasikan dengan kepala rumkitnya. Karena bisa saja ini terjadi karena kekurangtahuan oknum petugas di sana," tuturnya.
Sayangnya, saat akan dikonfiormasi, sampai berita ini diterbitkan, kepala rumkit Lanud Supadio masih belum bisa ditemui.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Ayah saya menderita penyakit gejala lambung dan terpaksa kami bawa ke rumkit Lanud karena rumkit itu yang paling dekat dengan rumah kami pada 7 Maret lalu. Namun saat akan mendaftarkan ayahnya ke rumkit tersebut menggunakan kartu BPJS, pihak rumkit menolak dengan alasan rumkit dalam kondisi penuh pasien," kata Jemmy Hermanto, anak dari Koko Hermanto, pasien rumkit Lanud Supadio.
Namun, katanya, saat mereka memutuskan untuk masuk sebagai pasien umum, pihak rumkit justru menyatakan bahwa ada ruang kosong untuk pasien umum.
"Ini yang membuat keluarga kami kesal, karena merasa kepesertaan BPJS ayah kami tidak berlaku di sana. Dan setelah berdebat dengan manajemen rumkit, akhirnya ayah kami baru dapat dirawat dengan kepesertaan BPJS," tuturnya.
Tidak sampai di situ, Jemmy menuturkan, saat pertama kali masuk, perawatan dokter sangat terkesan lama, meski ayahnya sudah menderita akibat gejala lambung dan membutuhkan transfusi darah.
"Saat itu kami yang terus mendesak pihak rumkit untuk segera melakukan transfusi darah dan cukup lama, baru permintaan kami itu dilakukan. Namun, saat transfusi ternyata darahnya tidak cocok dan terjadi alergi pada ayah saya sehingga saya memutuskan untuk membeli darah di PMI sebanyak empat kantong dan itu kami lakukan sendiri karena pihak rumkit tidak memfasilitasinya," katanya.
Jemmy juga menyesalkan, keluarganya justru diminta untuk membayar obat-obatan oleh pihak rumkit, yang mestinya obat-obatan itu menurutnya masuk dalam biaya BPJS.
"Kami diminta untuk membayar obat-obatan seharga Rp1 juta lebih, dan itu sudah kami bayar karena pihak rumkit beralasan bahwa obat yang digunakan mereka tidak masuk dalam BPJS. Namun, karena kami mengetahui BPJS juga menanggung obat-obatan makanya kita meminta rincian obat-obatan itu berikut harganya sebagai pegangan bagi kami," kata Jemmy.
Berbekal rincian obat-obatan tersebut, dia mengatakan melakukan pengecekan melalui internet. Hasilnya, dia menemukan, obat dari pihak rumkit ternyata harganya lebih mahal dari pada harga obat umumnya.
"Saya cek ke internet, hasilnya saya menemukan ada obat yang namanya Ome Prazole Tap yang merupakan jenis generik harganya hanya Rp5.000 per keping. Namun, pihak rumkit memberikan obat yang sama dan harus kami bayar Rp20.000 untuk dua kepingnya dan demikian dengan obat lainnya," tuturnya.
Dia juga membeberkan, sebelumnya juga ada tetangganya yang juga menggunakan kepesertaan BPJS namun ditolak oleh pihak Rumkit Lanud Supadio saat ingin dirawat di sana. "Ini jelas membuat kami bingung, kalau memang tidak bisa digunakan, untuk apa program BPJS ini," tanyanya kesal.
Secara terpisah, Kepala BPJS cabang Pontianak, Octovianus Ramba menjelaskan, berdasarkan UU nomor 24 tahun 2011, dan berdasarkan ketetapan Jaminan Kesehatan Nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan, tidak boleh ada penolakan untuk pasien BPJS kesehatan oleh pihak rumah sakit.
"Bahkan, pasien yang menggunakan BPJS kesehatan mendapatkan keistimewaan, semua kebutuhan mereka selama di rumah sakit harus dipenuhi oleh pihak rumkit karena mereka telah ditanggung penuh oleh BPJS kesehatan," katanya.
Menurutnya, pasien yang menggunakan BPJS kesehatan tidak hanya digratiskan ketika dirawat di rumah sakit, tetapi termasuk obat-obatan, darah dan proses pemulihan juga menjadi tanggungan BPJS.
"Mengenai kasus penolakan pasien BPJS kesehatan di rumkit Lanud ini akan kita koordinasikan dengan kepala rumkitnya. Karena bisa saja ini terjadi karena kekurangtahuan oknum petugas di sana," tuturnya.
Sayangnya, saat akan dikonfiormasi, sampai berita ini diterbitkan, kepala rumkit Lanud Supadio masih belum bisa ditemui.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014