Sintang (Antara Kalbar) - Minggu esok Indonesia akan memperingati hari kemerdekaannya 17 Agustus yang ke-69 tahun. Sebuah usia yang sudah cukup matang sebenarnya. Namun diusianya yang ke-69 tahun masih banyak masyarakat di negeri ini yang hidup dalam kemiskinan dan ketertinggalan. Salah satunya masyarakat di perbatasan Indonesia – Serawak, Malaysia.

Kawasan perbatasan yang dielu-elukan menjadi beranda terdepan negeri ini belum juga dipoles dan didandani agar cantik, secantik putri raja. Masyarakat perbatasan hingga saat ini masih terus tertinggal di segala bidang. Pembangunan di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia masih terus terabaikan.

Ada rasa cemburu jika melihat negeri seberang yang kawasan perbatasannya terbangun dengan apik. Di negeri tetangga, jalan perbatasannya mulus seperti Jalan Tol Jagorawi. Berbeda dengan jalan perbatasan di negeri ini, berlumpur seperti sawah para petani. Jika ingin melewati jalan bagus, masyarakat perbatasan harus menggunakan jalan yang diciptakan Tuhan, yaitu sungai.

Tidak hanya infrastruktur jalan, infrastruktur dasar lainnya juga demikian. Salah satunya infrastruktur pendidikan. Jika anak-anak negeri seberang yang berada di perbatasan bersekolah di sebuah gedung yang megah, asri dan lengkap dengan berbagai sarana penunjangnya maka anak-anak Merah Putih yang hidup di perbatasan harus ikhlas bersekolah di sebuah gubuk.

Seperti yang dialami anak-anak di Dusun Mungguk Kubu Hilir, Desa Kubu Berangan, Kecamatan Ketungau Tengah. Anak-anak tersebut dengan ikhlas hati bersekolah di sebuah gubuk yang berukuran 8 x 12 meter, bertiang kayu bulat, atap sirap, dinding dan lantai terbuat dari papan. Begitu juga dengan kursi dan meja belajarnya, sangat sederhana.

Bangunan gubuk ini terdiri dari empat lokal yang digunakan untuk Kelas I, II, III dan Kelas IV. SD di Dusun Mungguk Kubu Hilir ini merupakan SD Jarak Jauh yang induknya di SDN 10 Nanga Entoloi, kurang lebih 6 km dari sekolah jarak jauh tersebut. Sementara untuk siswa Kelas V dan VI harus bersekolah ke SD Induk.

“Bangunan sekolah inipun dibangun secara swadaya oleh masyarakat sejak 1996 lalu,” beber salah seorang masyarakat Desa Kubu Berangan, Darnatus.

Dia mengungkapkan sejak tahun 2006, masyarakat Dusun Mungguk Kubu Hilir mengumpulkan dana untuk membangun sekolah tersebut tanpa bantuan pemerintah sedikitpun. Sekarang ini, lanjutnya bangunan SD Jarak Jauh tersebut sudah dalam kondisi rusak parah. Banyak atapnya yang sudah bocor begitu juga dengan dinding dan lantainya sudah banyak yang keropos.

“Kami sangat mengharapkan Pemkab Sintang dapat segera membangun SD di dusun kami,” harapnya.
Harapan yang sama disampaikan Yulius, guru kontrak SD Jarak Jauh tersebut. Dia menuturkan kondisi bangunan sekolah yang sempit dan rusak tersebut membuat proses belajar mengajar menjadi terganggu. “Proses belajar di sana sangat tidak efektif,” tuturnya di Sintang.

SD Jarak Jauh ini menjadi tempat menuntut ilmu 124 siswa yang bersekolah di sana. Sementara itu, hanya ada seorang guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut. Untungnya, guru itu dibantu oleh seorang guru kontrak dan dua orang guru honor.

Kondisi infrastruktur pendidikan yang menyedihkan tersebut tidak hanya ada di Dusun  Mungguk Kubu Hilir tapi juga ada di Dusun Sepulau, Desa Mungguk Gelombang, Kecamatan Ketungau Tengah. Bangunan SD di Dusun Sepulau juga seperti sebuah gubuk. Bangunan dari kayu bulat, berdinding kulit kayu dan beratap daun itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.

Pendirian bangunan sekolah oleh masyarakat menjadi bukti besarnya kesadaran masyarakat akan pendidikan. Tapi sayangnya perhatian pemerintah untuk pendidikan di kawasan perbatasan masih minim.

Yusak, Kades Mungguk Gelombang Kecamatan Ketungau Tengah,  menyampaikan sudah setumpuk proposal pengajuan pembangunan di Desa Mungguk Gelombang yang disampaikannya pada Pemkab Sintang. Namun hasilnya nol semua. Tidak ada pengajuan pembangunan yang dipenuhi Pemkab Sintang.

Ironisnya lagi, setiap tahun Musrenbang dilaksanakan di desa tersebut, namun tanpa hasil yang jelas. Yusak mencontohkan Musrenbang tahun 2013 lalu, dirinya mendengar beberapa proyek akan masuk ke Kecamatan Ketungau Tengah. Tapi ternyata sampai hari ini, proyek yang dibicarakan dalam Musrenbang tidak ada realisasinya. “Tiap tahun mengadakan Musrenbang tapi hasilnya ngambang. Proyek yang masuk ke sini justru bukan dari hasil Musrenbang. Lain yang diminta, lain yang di dapat,” tutur Yusak.

Dia mengaku sangat kecewa dengan pemerintah yang janji akan membangun perbatasan namun realisasinya nol besar. Ia mencontohkan jalan menuju desa Mungguk Gelombang. Sejak Indonesia merdeka jalan tersebut tidak pernah mulus.

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014