Pontianak (Antara) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengembangkan metode BNCT (Boron Neutron Capture Therapy) yang sangat efektif dalam mengobati penyakit kanker dibanding metode lainnya seperti kemoterapi dan radioterapi.

"Kelebihan metode terapi Boron ini adalah presisinya, hanya merusak sel target, sedangkan sel lain aman," kata Peneliti Utama Pusat Sains dan Teknologi Akselerasi Batan Yogyakarta, Yohanes Sarjono pada penandatanganan kerja sama iptek nuklir antara Batan dan Universitas Tanjungpura (Untan) di Pontianak, Kalbar, Kamis.

Menurut Sarjono, perbandingan sel yang rusak adalah 50 banding satu, yakni hanya satu sel sehat yang ikut rusak untuk setiap 50 sel kanker yang ditarget, ini jauh dibanding dengan kemoterapi yang merusak banyak sekali sel sehat untuk membasmi sedikit sel kanker.

Terapi yang dikembangkan tersebut, menurut dia, juga akan jauh lebih murah dan cepat dibanding terapi kanker lainnya.

"Terapi Boron dilakukan dengan menyuntikkan Boron ke dalam aliran darah hingga terkumpul di sel kanker. Boron ini dilekatkan pada analog kunyit (curcuma) yang telah diteliti memiliki daya ikat tinggi terhadap sel kanker," katanya.

Setelah itu, lanjut dia, dilakukan iradiasi ke sel kanker pasien dengan netron energi rendah hingga Boron di tubuh pasien berubah menjadi partikel alfa plus ion Lithium yang merusak kanker.

Kelebihan Boron adalah tidak bersifat racun dan memang hanya Boron di lokasi kanker yang teraktivasi netron sehingga tidak merusak sel lain yang sehat, ujarnya.

"Selain itu partikel alfa yang dihasilkan Boron hanya memiliki jangkauan 9 mikrometer yang kurang dari diameter sel (10-20 mikrometer) sehingga radiasi ini hanya akan merusak kanker tanpa keluar dari target, dan penyembuhan berlangsung efektif," tambah dokter penyakit kanker dari FK UGM, Bagaswoto Poedjomartono.

Riset tersebut, ujar Sarjono, dimulai pada 2014 dengan mengembangkan sumber netron di reaktor Kartini Yogyakarta dan senyawa analog curcumin sebagai senyawa boron.

Jumlah penderita kanker, ujar dia, terus meningkat, dari 12,7 juta kasus pada 2008 menjadi 14,09 juta pada 2012 dan akan menjadi 22 juta kasus pada 2030.

Riset yang dibiayai Kemristek ini, ujar dia, selain dikerjakan Batan juga melibatkan berbagai institusi lain dalam satu konsorsium seperti UGM, Untan, UII, RSUD Dr Sardjito, RSUD Dr Sudarso, Kemkes, dan lainnya.

Kepala Batan Djarot Wisnubroto mengatakan pada 2015 diharapkan telah dilakukan uji di tingkat lab terhadap metode BNCT ini, uji klinis pada 2016 dan pada 2018 sudah bisa diaplikasikan di berbagai rumah sakit.

(D009/R. Chaidir)

Pewarta: Dewanti Lestari

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014