Sintang (Antara Kalbar) - Sengketa batas antar desa sebenarnya sudah tidak ada lagi, termasuk desa-desa yang baru dimekarkan. Namun ketika  investor hadir, seringkali memunculkan persoalan baru yang berujung pada sengketa batas antar desa, kata Mantan Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Ginidie.

Dia mengatakan batas antar desa baik desa-desa lama maupun desa-desa pemekaran sudah tidak ada lagi persoalan. Sebab sebelum ada pemekaran desa, batas antar dusun dalam satu desa saja sudah jelas.

“Batas desa menjadi sengketa karena adanya investasi sawit yang masuk. Karena itu pemerintah harus jeli menetralisirnya,” katanya.

Ia menjelaskan munculnya persoalan batas desa seringkali dimunculkan oleh pihak investor. Dia mencontohkan ada desa A menerima investor masuk sementara desa B menolak investor masuk, biasanya investor seringkali berupaya untuk mengubah sebagian wilayah desa B masuk ke dalam wilayah desa A agar investasinya berjalan sehingga timbullah sengketa antar desa.

“Saya minta ada kepiawaian dari pemerintah baik pihak kecamatan maupun pemerintahan desa induk untuk memberikan penjelasan dengan memahami betul batas wilayah desa,” ujarnya.

Ia mengatakan proses pemekaran desa dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dikatakannya, yang bermasalah itu investor karenanya harus diselesaikan hingga tingkat bawah. “Kalau hanya diselesaikan di tingkat atas, orang atas banyak yang tidak melihat ke bawah. Sebab yang paling tahu batas desa yakni orang-orang di desa,” katanya.

Dia meminta investor dan pemerintah jangan semaunya dalam mengatur batas desa. Investor juga jangan membenturkan antar masyarakat dengan menimbulkan sengketa batas desa yang sebenarnya sudah tidak ada.

Sementara Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Elisa Gultom menyampaikan pemekaran desa yang telah dilaksanakan Pemkab Sintang masih meninggalkan polemik. Desa-desa yang baru hasil pemekaran tersebut masih banyak yang bersengketa mengenai batas desa. “Sengketa batas desa-desa baru hasil pemekaran cukup membuat repot perusahaan,” kata dia.

Dia mengatakan belum jelasnya batas desa hasil pemekaran juga merugikan masyarakat setempat. Gultom mengatakan memang sampai saat ini sengketa batas desa belum sampai menimbulkan konflik. Namun sengketa ini membuat aktivitas penggarapan lahan di wilayah sengketa berhenti sementara. “Jangan dulu digarap, itu kesepakatannya sampai ada keputusan,” ungkapnya.

Ia pun meminta para tokoh masyarakat yang difasilitasi kepala desa dan perusahaan dapat menyelesaikan sengketa batas desa tersebut dengan aman. Dia menilai jika sengketa tersebut dibiarkan bisa menimbulkan konflik. “Karena di sini mengakui itu tanahnya, di sana juga mengakui. Kan susah. Aneh juga desa dimekarkan tapi batasnya tidak tahu,” ujarnya.

Gultom menyampaikan untuk sengketa batas desa antar Kabupaten Sintang di Ketungau dengan Kabupaten Kapuas Hulu masih ditangani oleh Pemprov Kalbar. “Kami juga sudah kembali menyurati gubernur untuk meminta penyelesaian sengketa ini,” katanya.

Ia mengatakan sengketa batas desa ini bisa membuat hak masyarakat menjadi hilang. Menurutnya bagi perusahaan sengketa batas desa antar kabupaten tersebut tidak ada masalah. Karena perusahaan tersebut mempunyai ijin operasi di Sintang dan Kapuas Hulu. “Persoalannya sekarang masyarakat di sini dan di sana mau menganggapnya masalah atau tidak,” ujarnya.

Sengketa batas desa ini, lanjutnya cukup memusingkan. Apalagi dengan banyaknya desa-desa pemekaran. “Ini menyangkut hak orang. Saya harap tokoh-tokoh masyarakat bisa menyelesaikannya. Karena sebenarnya batas itukan bukan kepentingan perusahaan tapi kepentingan masyarakat,” harapnya.

Dia menegaskan penyelesaian batas desa ini kewenangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan namun menjadi kewenangan tata pemerintahan. Dikatakannya, terkadang sengketa batas desa juga menjadi faktor penghambat perusahaan dalam menggarap lahan.

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014