Pontianak (Antara Kalbar) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar mengamankan seekor burung enggang gading dengan cara persuasif dari tangan pemiliknya di Gang Ilham, Kota Baru, Pontianak.
Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriyono di Pontianak, Senin, menyatakan diamankannya burung Enggang Gading itu, atas laporan masyarakat.
"Atas laporan itu, kemudian kami berkoordinasi dengan Polresta Pontianak untuk mengevakuasi satwa liar yang dilindungi undang-undang dari pemiliknya," kata Sustyo.
Evakuasi tersebut dilakukan dengann cara persuasif. Tidak ada penangkapan terhadap pemiliknya.
Namun lanjut dia, jika pada masa mendatang bila ada yang melakukan jual beli untuk komersial, tentu penanggananya berbeda.
Pada prinsipnya, siapapun yang memelihara satwa liar yang dilindungi UU akan berhadapan dengann hukum. "Dengan denda Rp200 juta, dan hukuman kurungan lima tahun penjara," ancamnya.
Burung enggang gading itu akan diserahkan ke Sinka Zoo untuk direhabilitasi, katanya.
Upaya perlindungan dan pengamanan satwa liar yang dilindungi undang-undang harus dititikberatkan pencegahan di habitat alaminya yang kini terganggu kegiatan ilegal, bukan pada penegakan hukum ketika satwa liar sudah di luar habitat alaminya.
Sangatlah penting, untuk memperbaiki kondisi hutan-hutan gundul yang kritis dan untuk memastikan konektivitas koridor keanekaragaman hayati satwa liar dan juga mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, katanya.
"Pengelolaan yang baik terhadap satwa liar akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, termasuk bagi perlindungan flora dan fauna lainnya yang berada di kawasan tersebut," ujar Sustyo.
Salah satu penyebab hilangnya habitat satwa liar adalah perencanaan tata ruang yang tidak konsisten. Pengelolaan satwa liar membutuhkan kawasan hutan yang ada saat ini, tetap sebagai kawasan hutan dan tidak dikonversi untuk penggunaan lain.
Ini akan sangat membantu mengurangi tekanan kepada satwa liar yang populasinya sudah sangat terancam punah. Alokasi hutan sebagai habitat bisa dilakukan pada tingkat tata ruang kabupaten, propinsi maupun di tingkat nasional, katanya.
"Untuk itu diperlukan upaya terintegrasi dalam upaya penyelamatan satwa liar dengan melibatkan para pihak serta pemangku kepentingan, termasuk masyarakat yang bermukim di sekitar areal hutan," kata Kepala BKSDA Kalbar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriyono di Pontianak, Senin, menyatakan diamankannya burung Enggang Gading itu, atas laporan masyarakat.
"Atas laporan itu, kemudian kami berkoordinasi dengan Polresta Pontianak untuk mengevakuasi satwa liar yang dilindungi undang-undang dari pemiliknya," kata Sustyo.
Evakuasi tersebut dilakukan dengann cara persuasif. Tidak ada penangkapan terhadap pemiliknya.
Namun lanjut dia, jika pada masa mendatang bila ada yang melakukan jual beli untuk komersial, tentu penanggananya berbeda.
Pada prinsipnya, siapapun yang memelihara satwa liar yang dilindungi UU akan berhadapan dengann hukum. "Dengan denda Rp200 juta, dan hukuman kurungan lima tahun penjara," ancamnya.
Burung enggang gading itu akan diserahkan ke Sinka Zoo untuk direhabilitasi, katanya.
Upaya perlindungan dan pengamanan satwa liar yang dilindungi undang-undang harus dititikberatkan pencegahan di habitat alaminya yang kini terganggu kegiatan ilegal, bukan pada penegakan hukum ketika satwa liar sudah di luar habitat alaminya.
Sangatlah penting, untuk memperbaiki kondisi hutan-hutan gundul yang kritis dan untuk memastikan konektivitas koridor keanekaragaman hayati satwa liar dan juga mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, katanya.
"Pengelolaan yang baik terhadap satwa liar akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, termasuk bagi perlindungan flora dan fauna lainnya yang berada di kawasan tersebut," ujar Sustyo.
Salah satu penyebab hilangnya habitat satwa liar adalah perencanaan tata ruang yang tidak konsisten. Pengelolaan satwa liar membutuhkan kawasan hutan yang ada saat ini, tetap sebagai kawasan hutan dan tidak dikonversi untuk penggunaan lain.
Ini akan sangat membantu mengurangi tekanan kepada satwa liar yang populasinya sudah sangat terancam punah. Alokasi hutan sebagai habitat bisa dilakukan pada tingkat tata ruang kabupaten, propinsi maupun di tingkat nasional, katanya.
"Untuk itu diperlukan upaya terintegrasi dalam upaya penyelamatan satwa liar dengan melibatkan para pihak serta pemangku kepentingan, termasuk masyarakat yang bermukim di sekitar areal hutan," kata Kepala BKSDA Kalbar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014