Jakarta (Antara Kalbar) - Anggota Dewan Pengawas Narkotika International (International Narcotics Control Board/INCB) Sri Suryawati mengatakan tiga perempat penduduk dunia mengalami keterbatasan atau ketiadaan akses terhadap obat-obatan pereda nyeri.
"Sekitar 5,5 miliar orang masih mengalami keterbatasan atau ketiadaan akses terhadap obat-obatan yang mengandung narkotika seperti kodein dan morfin," kata Sri dalam peluncuran Laporan Tahunan INCB 2014, Jakarta, Selasa.
Akibatnya, 75 persen populasi dunia tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang tepat untuk meredakan nyeri sebagaimana tercantum dalam Laporan Tahunan INCB, ujarnya.
Laporan INCB, sebuah organisasi yang berbasis di Wina, mencatat sekitar 90 persen morfin yang tersedia hanya digunakan oleh 17 persen populasi dunia yang mayoritas tinggal di Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia dan Selandia Baru.
"Mengatasi kesenjangan dalam ketersediaan narkotika dan psikotropik untuk tujuan medis dan ilmiah merupakan salah satu kewajiban pemerintah dalam mematuhi Konvensi Pengawasan Narkotika Internasional," tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk mencapai pendekatan yang seimbang dan terpadu dalam menangani permasalahan narkoba, pemerintah harus memastikan upaya pengurangan narkoba permintaan ("demand reduction") menjadi salah satu prioritas utama terkait kebijakan pengendalian narkoba.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian yang lebih besar dan menyediakan dukungan serta sumber daya yang tepat untuk melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
"Menghabiskan Rp1 juta untuk program pencegahan akan bisa menghemat biaya hingga 10 kali lipat atau Rp10 juta," kata dia.
Sri mengatakan pemerintah dapat menyederhanakan langkah-langkah pengawasan dalam kasus-kasus medis darurat seperti bencana alam dan konflik bersenjata di dunia.
"Serumit apapun peraturan jangan sampai membatasi akses untuk kasus medis darurat,"ujarnya.
Laporan Tahunan INCB menyajikan ringkasan komprehensif mengenai pengendalian narkoba di berbagai belahan dunia. INCB adalah suatu badan ahli independen berkewenangan kuasi hukum yang didirikan pada 1968.
(M052/A. Lazuardi)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Sekitar 5,5 miliar orang masih mengalami keterbatasan atau ketiadaan akses terhadap obat-obatan yang mengandung narkotika seperti kodein dan morfin," kata Sri dalam peluncuran Laporan Tahunan INCB 2014, Jakarta, Selasa.
Akibatnya, 75 persen populasi dunia tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang tepat untuk meredakan nyeri sebagaimana tercantum dalam Laporan Tahunan INCB, ujarnya.
Laporan INCB, sebuah organisasi yang berbasis di Wina, mencatat sekitar 90 persen morfin yang tersedia hanya digunakan oleh 17 persen populasi dunia yang mayoritas tinggal di Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia dan Selandia Baru.
"Mengatasi kesenjangan dalam ketersediaan narkotika dan psikotropik untuk tujuan medis dan ilmiah merupakan salah satu kewajiban pemerintah dalam mematuhi Konvensi Pengawasan Narkotika Internasional," tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk mencapai pendekatan yang seimbang dan terpadu dalam menangani permasalahan narkoba, pemerintah harus memastikan upaya pengurangan narkoba permintaan ("demand reduction") menjadi salah satu prioritas utama terkait kebijakan pengendalian narkoba.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian yang lebih besar dan menyediakan dukungan serta sumber daya yang tepat untuk melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
"Menghabiskan Rp1 juta untuk program pencegahan akan bisa menghemat biaya hingga 10 kali lipat atau Rp10 juta," kata dia.
Sri mengatakan pemerintah dapat menyederhanakan langkah-langkah pengawasan dalam kasus-kasus medis darurat seperti bencana alam dan konflik bersenjata di dunia.
"Serumit apapun peraturan jangan sampai membatasi akses untuk kasus medis darurat,"ujarnya.
Laporan Tahunan INCB menyajikan ringkasan komprehensif mengenai pengendalian narkoba di berbagai belahan dunia. INCB adalah suatu badan ahli independen berkewenangan kuasi hukum yang didirikan pada 1968.
(M052/A. Lazuardi)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015